Minggu
26 Oktober 2025 | 5 : 48

Perempuan Punya Kekuatan Ajukan Kontrak Politik

pemilih perempuan

pemilih perempuanSURABAYA – Politisi PDI Perjuangan Diana AV Sasa mengatakan, pemilih perempuan memiliki kekuatan untuk mendesak wakilnya di legislatif dan eksekutif agar bisa melahirkan kebijakan pro perempuan melalui proses pemilu.

“Jumlah pemilih perempuan kan faktanya lebih besar dari pemilih laki-laki. Harusnya potensi ini bisa menjadi kekuatan bagi kelompok pemilih perempuan untuk membuat kontrak-kontrak politik dengan calon pemimpinnya melalui proses pemilihan atau pemilu itu,” kata Diana Sasa dalam seminar nasional bertajuk “Rakyat sebagai Komoditas Politik” di Bangsal Pantjasila, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Selasa (20/5/2014).

“Tapi realitasnya hal itu minim sekali dilakukan pemilih perempuan. Calon yang akan dipilih juga minim melakukan pendidikan kesadaran hak politik perempuan itu. Perempuan hanya menjadi sekadar komoditas politik, seperti barang yang diperjualbelikan,” tambah dia.

Komoditas, menurut Sasa, adalah barang dagangan, nilainya ditentukan oleh permintaan pasar. Pemilih perempuan, katanya, lebih banyak difungsikan sebagai pendulang suara dalam sebuah transaksi jual beli suara untuk meraih posisi politik sang kandidat.

Dia mencontohkan pemilu legislatif kemarin. Pemilih perempuan lebih memilih caleg yang memberikan jilbab, mukena, sembako atau uang tanpa tahu kalau nanti jadi anggota dewan caleg itu akan memperjuangkan kebijakan apa, dibandingkan dengan caleg yang menyampaikan kontrak politik tentang komitmen untuk perjuangan yang jelas.

Akibatnya, urai Sasa, caleg perempuan yang mumpuni tidak jadi. “Tapi caleg perempuan yang kemampuan intelektualnya terbatas, justru jadi, karena transaksi dengan uang maupun barang itu,” kata perempuan yang sempat menjadi caleg DPRD Jatim di dapil 7 itu.

Untuk menghindari perlakuan sekedar sebagai komoditas itu, imbuh Sasa, maka kaum perempuan mesti mendapat pendidikan politik tentang bagaimana membuat kontrak politik dengan calon yang akan dipilih. Ketika tidak ada komitmen politik antara caleg dengan pemilih perempuan, lanjut dia, maka setelah sang caleg jadi, tidak ada kekuatan politik untuk mendesak agar sang caleg memperjuangkan ide-ide kebijakan pro perempuan.

“Ini menjadi tugas bersama untuk melakukan pendidikan politik itu. Tidak hanya partai, tapi juga pemerintah, NGO, juga mahasiswa sebagai agen perubahan,” pungkasnya. (*)

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

EKSEKUTIF

Bupati Kediri Berharap Beroperasinya Kembali Bandara Dhoho Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Setelah beberapa bulan tidak ada penerbangan, Bandara Dhoho Kediri akan kembali beroperasi mulai 10 November 2025
LEGISLATIF

Guntur Wahono Sosialisasikan Penguatan Ideologi Pancasila bagi Generasi Muda di Srengat Blitar

Guntur Wahono menegaskan pentingnya menanamkan dan memperkuat nilai-nilai Pancasila di tengah arus perkembangan ...
LEGISLATIF

Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Malang Desak Pemkab Hentikan Sementara SPPG Tanpa Izin SLHS

Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang menyatakan sikap tegas terhadap polemik pelaksanaan program makan ...
LEGISLATIF

Puan Maharani Sambut Pembentukan Ditjen Pesantren: Kado Istimewa di Hari Santri Nasional 2025

Puan menilai kehadiran Ditjen Pesantren akan membuka peluang lebih besar bagi penguatan peran pesantren secara ...
LEGISLATIF

Wujudkan Indonesia Emas 2045, Syaifuddin Zuhri Dukung Pemberdayaan Gen Z di Surabaya.

Pemkot Surabaya bersama DPRD menyiapkan anggaran sebesar Rp 47 miliar untuk mendukung kreativitas dan mimpi anak ...
LEGISLATIF

Noto Utomo Sosialisasi Perda, Perusahaan Wajib Serap 60 Persen Naker Gresik

GRESIK – Penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Gresik masih menuai protes. Hal itu terungkap dalam kegiatan ...