SURABAYA – Wali Kota Eri Cahyadi memberikan kuliah umum bertema Politik Kebijakan Publik Kota Surabaya: Saat Tak Boleh Ada yang Tertinggal di Belakang di Gedung C FISIP, Aula Soetandyo Lantai 3 Kampus B Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu (28/5/2025) lalu.
Kuliah ini membahas pertanyaan fundamental Quo Vadis Politik Kebijakan Publik Kota Surabaya? dan memaparkan strategi konkret untuk kemajuan kota.
Eri memulai pemaparannya dengan kisah inspiratif dari program sekolah kebangsaan yang diluncurkannya pada akhir tahun 2022, yakni salah satu strategi membentuk karakter anak Surabaya.
Kegiatan ini bekerja sama dengan Akademi Angkatan Laut selama 10 hari di Juanda. Dia mengumpulkan anak-anak yang memiliki masalah perilaku seperti penyalahgunaan zat, tawuran, atau balapan liar.
Hasilnya, terjadi perubahan signifikan pada anak-anak tersebut, membuat orang tua mereka terharu.
“Setelah evaluasi, ditemukan bahwa 90 persen masalah perilaku anak berasal dari faktor keluarga. Seperti perceraian orang tua, ayah yang bekerja di luar kota, atau anak yang dititipkan kepada kerabat,” beber Eri Cahyadi, dikutip Sabtu (30/5/2025).
Oleh karena itu, Eri mengubah pendekatannya dengan membangun sekolah asrama bagi anak-anak kurang mampu di Surabaya melalui Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS).
Dia menunjukkan keberhasilan program ini dengan contoh nyata. Anak-anak yang dulunya terlibat tawuran kini menjadi atlet peraih emas, bahkan ada yang melanjutkan pendidikan menjadi perawat.

Eri juga menjelaskan alasan mengapa program ini tidak banyak dipublikasikan di media massa.
“Anak-anak ini punya masa depan panjang. Jika mereka diliput media, mereka akan dicap sebagai anak nakal selamanya. Dampak psikologisnya akan jauh lebih besar,” jelasnya.
Dia menambahkan, Surabaya memiliki tujuh prioritas pembangunan yang sejalan dengan Pancasila. Yakni mengurangi kemiskinan, pengangguran, angka kematian ibu dan anak, bayi, dan stunting, serta meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) dan menurunkan gini rasio, dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Prioritas ini tidak bisa dicapai dengan menunjukkan kinerja di media sosial saja, melainkan dengan hasil nyata.
Dia mencontohkan, keberhasilan Surabaya dalam menekan angka kemiskinan dari 7,8 persen menjadi 3,9 persen dan menurunkan angka stunting dari 28,5 persen menjadi 1,6 persen, yang merupakan terendah di Indonesia.
“Ini bukan hanya kerja wali kota, tetapi hasil kolaborasi semua pihak, termasuk perguruan tinggi seperti Unair,” tegasnya.
Eri mengakhiri kuliah umum dengan menekankan peran krusial pemuda dalam pembangunan kota. Dia mengutip sejarah Proklamasi Kemerdekaan dan Sumpah Pemuda yang menunjukkan bahwa perubahan besar selalu lahir dari tangan pemuda.
Dia mengundang para lulusan terbaik Unair, maupun perguruan tinggi lainnya untuk bergabung sebagai staf khusus wali kota, karena ia percaya bahwa pemuda memiliki kelebihan dan potensi untuk membawa perubahan. (nia/pr)