JAKARTA – Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah menegaskan program ketahanan pangan dan energi sesungguhnya telah dicanangkan sejak lama.
Namun akselerasinya kurang begitu cepat, sehingga masih harus melakukan impor sejumlah bahan pangan pokok rakyat dan energi, yang nilainya sangat besar.
“Alih-alih menyudahi impor pangan, sektor pertanian kita malah terdisrupsi dari sisi lahan dan tenaga kerja, serta adaptasi teknologi yang terlambat,” tegas Said dalam keterangannya di Jakarta, dikutip media ini, Sabtu (24/5/2025).
Sebelumnya diberitakan, pemerintah kembali mengangkat isu ketahanan pangan dan energi dalam pokok-pokok kebijakan fiskal dan asumsi ekonomi makro RAPBN 2026 yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sidang paripurna DPR RI pada Senin, 20 Mei 2025.
Namun, Dewan Perwakilan Rakyat mengingatkan bahwa akselerasi dua program strategis tersebut masih belum optimal.
Menurut Said Abdullah, salah satu agenda penting yang kurang maksimal dari program ketahanan adalah program redistribusi lahan.
Karena itu, Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut minta pemerintah perlu melanjutkan program redistribusi lahan 4,5 juta hektar untuk petani dan perkebunan rakyat.
Selain itu, juga menyiapkan tenaga kerja terampil pedesaan untuk pengelolaan redistribusi lahan, dan dukungan teknologi terapan pada sektor pertanian yang termutakhir untuk mendorong efisiensi produksi.
Nasib yang sama juga terjadi pada program ketahanan energi. Menurutnya, program pembangunan lima kilang minyak bumi perlu dilanjutkan, termasuk kilang petrokimia di Tuban yang tersendat, sebagai strategi untuk menambah kapasitas pengolahan minyak nasional agar tidak bergantung pada impor.
Di lain pihak kontribusi program energi baru dan terbarukan (EBT) perlu lebih besar lagi porsinya dalam produksi dan konsumsi energi nasional, serta memperbaiki mismatch energi nasional dari sisi produksi, konsumsi, dan kemampuan energi nasional. (red/pr)










