JEMBER – Wakil Ketua DPRD Jember Widarto, S.S mendorong pemerintah kabupaten (pemkab) setempat menerapkan skema penyedia jasa lainnya orang perorangan (PJLP) guna mengatasi persoalan pembayaran 56 sopir ambulans desa yang belum mendapatkan gaji.
Skema itu dapat diterapkan karena menurutnya efisien, dan beberapa daerah contohnya DKI Jakarta sudah menerapkan. Di Jakarta pembayaran untuk tenaga kebersihan dan penjaga menggunakan skema tersebut.
“Pemerintah tidak perlu membayar ke perusahaan pihak ketiga seperti outsorcing dan langsung ke orang-perorang. Hanya persoalannya nanti apakah perlu payung hukum berupa peraturan bupati cukup mengacu pada peraturan presiden, kita pelajari dulu,” jelas Widarto, Jumat (27/6/2025).
Sebagaimana diketahui 56 sopir ambulana yang belum menerima gaji itu, saat ini bekerja serabutan. Mereka memutuskan menjadi tukang ojek dan pekerjaan lain guna menutup kebutuhan dapur yang tak mungkin dihentikan.
Mereka tak bisa menerima gaji disebabkan pemerintah pusat menetapkan bahwa pemerintah daerah tak boleh lagi mengangkat tenaga honorer termasuk memperpanjang kontraknya.
Tak pelak akibat aturan itu, para sopir ambulans yang sebelumnya setiap bulan menerima gaji sebesar Rp 1.750.000,- kini tak bisa lagi.
Padahal masa usia kerja mereka tak sebentar. Tercatat ada yang bekerja sejak tahun 2017.
Pemerintah Kabupaten Jember tidak berani membayarkan gaji para sopir tersebut, meskipun mereka berpeluang menerima gaji. Dengan catatan jika terdaftar menjadi peserta ujian seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap pertama dan kedua Pemerintah Kabupaten Jember. (art/pr)