
SURABAYA – Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana memastikan mesin partainya siap menghadapi Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020. Modalnya, 15 kursi di DPRD Surabaya hasil Pemilu Legislatif 2019.
“Itu sebagai modal dasar. Artinya dari kekuatan mesin (partai) ini kita sudah siap, tinggal kita maksimalkan kembali nanti para anggota dewan yang baru jadi,” kata Whisnu kepada wartawan di Balai Kota Surabaya, Senin (10/6/2019).
Dari 15 anggota Fraksi PDIP DPRD Surabaya nanti, 11 di antaranya wajah lama alias incumbent dan hanya empat saja yang wajah baru. Menurut Whisnu, hal itu menunjukkan kalau “petugas partai” PDIP di legislatif sering turun ke bawah dan bisa diterima masyarakat.
“Sehingga kekuatan itu, yang akan menjadi kekuatan modal utama partai dalam menghadapi Pilkada tahun depan,” ujar politisi yang juga Wakil Wali Kota Surabaya ini.
Dia pun menegaskan, kemenangan PDIP di Surabaya pada Pileg 2019 bukan semata kemenangan partai, tapi kemenangan masyarakat Surabaya.
“Kita ingin juga melihat dengan kemenangan itu, nanti mesin partai kita sudah siap untuk menghadapi Pilada tahun depan,” katanya.
Terkait bakal calon kepala daerah dari PDIP di Pilkada Surabaya 2020, menurut Whisnu, semuanya mengikuti mekanisme partai. Sampai saat ini, ungkapnya, belum keluar juklak dan juknisnya dari dewan pimpinan pusat partai.
Bakal calon wali kota, lanjut Whisnu, biasanya dijaring dari bawah lewat Rakercabsus yang mengusulkan ke DPD PDIP Jatim kemudian dibawa ke DPP.
Menurut Whisnu, tidak menutup kemungkinan sosok yang direkomendasi oleh DPP PDI Perjuangan dalam Pilwali 2020, adalah nama yang tidak termasuk di dalam penjaringan partai di tingkat DPC.
Sebab, dalam AD/ART Partai ada hak prerogatif (hak istimewa) Ketua Umum DPP PDI Perjuangan untuk menentukan siapa yang direkom dalam Pilwali Surabaya 2020 nanti.
Whisnu mencontohkan, sejarah terpilihnya nama Tri Rismaharini pada Pilwali 2010 yang juga bukan dari penjaringan di tingkat DPC.
“Surabaya dulu Ibu Risma tidak terjaring di Rakercabsus, tapi keputusan DPP Bu Risma dan pak Bambang yang direkom. Kalau bicara tradisi, ya tidak ada tradisi yang pakem,” jelas Whisnu. (goek)