BONDOWOSO – Angka stunting di Kabupaten Bondowoso tergolong tinggi, yakni di angka 37 persen dan tertinggi ketiga di Jawa Timur. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) telah melakukan pemetaan dan menggandeng stakeholder guna mencegah sekaligus menangani kasus stunting.
“Kami sudah melakukan pemetaan daerah-daerah yang tinggi stunting, seperti di Kecamatan Maesan, dan Tlogosari, sebabnya apa, lalu kita libatkan PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) desanya untuk memberikan pendampingan, edukasi, dan sebagainya,” ujar Wakil Bupati Bondowoso, Irwan Bachtiar Rachmat, Senin (21/11/2022).
Selain PKK, lanjut Wabup Irwan, pihaknya turut menggandeng Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mencegah adanya dispensasi nikah anak di bawah umur, yang mana hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kasus stunting.
“KUA ini betul-betul kita optimalkan, sehingga jangan sampai mereka banyak mengeluarkan surat dispensasi nikah. Karena setelah saya lihat, perkawinan dini ini kenapa banyak terjadi, ya karena banyak KUA meloloskan anak-anak di bawah umur untuk menikah melalui surat dispensasi yang berimbas pada kasus stunting dan angka perceraian yang tinggi juga,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan itu tak menampik, pernikahan dini di Bondowoso bak sebuah tradisi. Karena itu, perlu adanya perubahan pola pikir di masyarakat, khususnya terkait dampak buruk pernikahan dini.
“Kita lakukan edukasi dengan menggandeng beberapa pesantren, madrasah, NU/Muhammadiyah serta para ustad hingga kyai yang menjadi panutan mereka untuk mengubah mindset tersebut,” tuturnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga akan melakukan konvergensi program, hingga terjadi adanya keselarasan antara program dari pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten untuk pencegahan dan penanganan kasus stunting.
Beberapa strategi juga telah dilakukan, seperti 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) untuk memperkuat program pelayanan kesehatan dan gizi bagi ibu dan anak sejak ibu hamil (9 bulan = 270 hari) sampai dengan anak usia 2 tahun (24 bulan = 730 hari).
“Itu kita pantau melalui puskesmas maupun bidan dengan aplikasi SI BUBA (sistem informasi ibu dan bayi, red) untuk memantau ibu hamil sampai 1000 hari,” ujarnya.
Melalui upaya tersebut, ia menargetkan ke depan kasus stunting harus turun, utamanya di kecamatan yang tinggi kasus stunting.
“Sehingga optimalisasi camat, bu camatnya harus turun ke masyarakat sampai dengan PKK di desa dan juga saya target ke para kepala desa, dalam pembahasan APBDes-nya harus ada program untuk penanganan stunting dengan mengoptimalkan PKK di masing-masing desa mulai dari tingkat RT,” pungkasnya. (dhani/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS