JAKARTA — Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan keuangan negara. Jangan sampai, persoalan keuangan negara menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla nantinya.
Salah satu persoalan keuangan negara, kata Arie, adalah besarnya subsidi bahan bakar minyak (BBM). Menurut Arie, SBY seharusnya tidak perlu membebani persoalan subsidi BBM kepada pemerintahan mendatang.
“Soal BBM ini, jangan sampai SBY meninggalkan beban bagi Jokowi,” ucap Arie ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (27/8/2014).
SBY, kata Arie, tak perlu khawatir jika mengambil keputusan yang tidak populer dengan menaikkan harga BBM. Menurut dia, masyarakat dapat menerima kebijakan tersebut, asalkan SBY mampu memberikan alasan yang tepat bahwa langkah itu untuk menyelamatkan keuangan negara.
“Isu BBM ini isu paling faktual. SBY harus fair jika BBM harus naik,” katanya.
Jika SBY tak ingin menanggung semua beban kenaikan harga BBM, ucap Arie, setidaknya beban tersebut dapat dibagi dua dengan pemerintahan Jokowi-JK nantinya. Hal tersebut dapat dibahas SBY dalam pertemuannya dengan Jokowi di Bali pada hari ini.
“Dilihat dari kondisi saat ini, (harga) BBM (bersubsidi) harus naik. Kalau tidak, setidaknya bisa dibagi dua, sebagian dinaikkan di pemerintahan SBY, sebagian di Jokowi. Kalau itu semua demi tanggung jawab pemerintahannya, saya kira masyarakat akan paham dan SBY akan tetap mempertahankan citranya,” ujar Arie.
Sejumlah kalangan meminta agar Presiden segera mengatasi krisis BBM dengan menaikkan harga BBM.
PT Pertamina melalui Vice President Corporate Communication Ali Mundakir mengumumkan, setelah mendapat arahan dari pemerintah, Pertamina menormalkan pasokan BBM ke masyarakat. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi antrean panjang di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di sejumlah daerah.
Akan tetapi, langkah ini tidak menghilangkan ancaman krisis BBM karena alokasi kuota BBM bersubsidi yang mencapai 46 juta kiloliter akan segera habis apabila tidak ada langkah strategis. (*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS