Oleh Dr. Sri Untari Bisowarno, M. Ap.
WAKTU terus bergulir, dan akan terus bergulir. Catatan sejarah lahir seiring guliran waktu. Satu generasi ke generasi berikutnya, akan memiliki catatan sejarahnya sendiri.
Tapi cerita santri, seperti mozaik tidak lekang oleh ruang dan waktu. Santri seperti menyimpan energi yang tak ada habisnya untuk mewarnai dan menjaga dinamika kebangsaan kita.
Sejak era sebelum kemerdekaan, santri merupakan entitas yang memainkan peran penting dalam menggalang spirit dan kesadaran kebangsaan. Cinta tanah air adalah sebagian dari iman, semboyan yang begitu lekat dalam diri santri.
Baca juga: Puan: Resolusi Jihad jadi Semangat dalam Menghadapi Pandemi Covid-19
Cerita resolusi jihad Kiai Haji Hasyim Asy’ari di insiden 10 Nopember 1945, satu dari sekian potret kaum sarungan ini mengambil posisi yang jelas dalam sejarah bangsanya.
Tidak hanya itu. Santri juga memiliki andil cukup besar dalam memajukan pendidikan Indonesia. Kehadiran pesantren-pesantren, baik yang besar maupun yang kecil, di seluruh pelosok Indonesia telah menjadi kawah candradimuka kelas wahid para santri menempa diri.
Generasi santri, di samping berwawasan millennial, juga memiliki basis keimanan dan ketakwaan yang kuat. Singkatnya, peran santri di kancah Republik Indonesia sangat jelas dan penting sekali.
Kalau melihat beberapa tokoh kita hari ini, kita akan menemukan lulusan pondok pesantren yang ‘multi-talen.’ Sebut saja Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD.
Dalam beberapa diskusi, dia menyampaikan visi-misi kebangsaannya secara lugas dan tegas. Visi kebangsaan yang berangkat dari relung kesadaran akan pentingnya cinta tanah air; kesadaran untuk merawat keberagaman; kesadaran untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Pun, Kiai Haji Ma’ruf Amin, Wakil Presiden yang mampu memainkan peran sesuai tupoksi. Sebagai Wakil Presiden, Kiai Ma’ruf Amin tidak sekadar membantu Presiden Joko Widodo dalam tugas-tugas kenegaraan. Pemahaman keagamaannya yang purna, menghasilkan gagasan-gagasan cerdas dalam menangkal radikalisme dan pengembangan ekonomi syariah.
Sepak terjang tokoh-tokoh pesantren ini, memberi saya satu keyakinan, bahwa mereka -dan juga para santri- baik di organisasi Nahdlatul Ulama, maupun Muhammadiyah, digembleng dengan pendidikan tentang NKRI yang sangat kuat, sehingga santri mampu menjaga NKRI ini.
Karena itu, peringatan Hari Santri, sejak 22 Oktober 2015, merupakan apresiasi bangsa Indonesia kepada seluruh santri se-Indonesia, atas segala komitmennya dalam mewujudkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
Hal yang menarik lainnya, pesantren-pesantren kita terus berkembang seiring perkembangan zaman dengan tidak meninggalkan nilai dan karakter khasnya. Dalam amatan saya, para pondok pesantren itu memiliki dua pegangan pokok dalam mengembangkan visi-misi pendidikannya.
Pertama, pengembangan ilmu dan teknologi berbasiskan kultur. Kita bisa lihat, meski menguasai berbagai kemampuan di bidang teknologi, filsafat, bahasa, sains, dan lainnya, para santri tetap mengemban teguh untuk menjaga nilai-nilai budayanya.
Kita bisa melihat, bagaimana para santri melestarikan tata sosial dan budaya kita. Bahasa Jawa yang bersifat kromo, dan kromo inggil itu berkembang baik di pesantren-pesantren. Itu adalah satu bukti konkret peran serta para santri kita dalam menjaga kebudayaan.
Kedua, para santri menerima dan mencintai Pancasila sebagai ideologi kebangsaan yang sudah final. Sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Kemudian NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Atas dua landasan pijak itu, para santri di dalam pondok pesantren-pondok pesantren yang memang diberikan indoktrinasi, diberikan pemahaman tentang empat bangunan berbangsa dan bernegara itu, lahir sebagai tokoh-tokoh yang memiliki egaliterisme, memiliki toleransi yang tinggi di dalam memimpin institusi masing-masing.
Ini adalah sebuah implementasi bahwa santri Indonesia adalah santri yang memiliki keadaban yang tinggi, mencintai dasar negaranya, mencintai Indonesianya, dan memahami Bhinneka Tunggal Ika-nya, serta berpegang teguh pada dasar hukumnya, yaitu UUD 1945.
Itulah kelebihan santri kita, yang ke depan, akan disiapkan untuk menjadi pemimpin bangsa. Pemimpin yang memahami etika, iptek, imtaq, modernisme, dengan tetap peduli untuk merawat kebudayaan Nusantara yang pernah ada. Selamat Hari Santri Indonesia. Santri yang sehat, akan membuat Indonesia kuat. Merdeka! (set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS