SURABAYA – Sebagaimana dua sesi debat publik sebelumnya, pasangan Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana bisa menunjukkan kemampuannya sebagai calon petahana. Risma dan Whisnu masih di ‘atas angin’, dan mampu menyampaikan visi-misi dan program-programnya secara bergantian, dengan lugas, tepat dan cepat, tanpa menyia-nyiakan waktu.
Acara debat Pilwali Surabaya, Jumat (27/11/2015) malam, merupakan yang kali ketiga digelar atau putaran terakhir. Tema debat yang dimoderatori Sandrina Malakiano itu adalah “Memajukan dan Menyelesaikan Persoalan Daerah, Menyelaraskan pembangunan Kota dengan Provinsi dan Nasional.”
Pada kesempatan itu, Tri Rismaharini menegaskan, proses perencanaan pembangunan di Surabaya saat dia menjabat wali kota, tetap mengikutsertakan masyarakat melalui musrenbang. Rencana pembangunan yang diusulkan warga itu pun bisa dilihat secara transparan.
“Ada sekitar 13.000 pekerjaan fisik, sosial, ekonomi yang diusulkan warga Surabaya,” kata Risma, di acara debat yang digelar di Arena DBL, Jalan A Yani dan disiarkan live oleh stasiun televisi lokal.
Menurutnya, ada keterpaduan dalam perencanaan pembangunan itu, yakni selain peran serta warga, juga usulan DPRD, serta dinas secara sektoral. Keterpaduan tiga unsur itu dilakukan mulai tingkat kecamatan sampai tingkat kota, dan dilajukan secara rutin.
“Usulan itu secara online bisa dicek secara transparan, apakah usulan itu tercapai atau tidak,” ujarnya.
Ke depan, lanjut Risma, pihaknya mengusulkan musrenbang ada tiga jenis, yakni usulan fisik, usulan dari kaum perempuan, serta usulan pemuda dan remaja.
Terkait sinkronisasi antara pusat dan daerah, menurut Risma, kalau ada peraturan dari pusat tak sesuai dengan peraturan daerah, maka pemkot selalu konsultasi dengan kepolisian dan kejaksaan, serta BPKP. Konsultasi itu untuk menerjemahkan bagaimana program-program itu bisa dijalankan di daerah.
Kalau dari hasil konsultasi itu tak sesuai dengan perencanaan program daerah, maka pihaknya mengomunikasikan dengan pemerintah pusat dan provinsi untuk menyelesaikan masalah ini. “Jangan sampai kemudian ke depan ada masalah hukum di balik perencanaan-perencanaan yang mungkin memang baik itu,” jelasnya.
Menurutnya, hal itu dilakukan karena pada prisipnya, pemkot membangun untuk kepentingan masyarakat, namun harus sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan UU yang berlaku.
Keberhasilan Kota Surabaya saat dipimpin Risma-Whisnu yang membanggakan di antaranya pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Benowo, kawasan Surabaya Barat. Pengelolaan TPA yang bisa menghasilkan energi listrik itu, mendapat nilai tertinggi dalam penilaian Adipura.
“TPA Benowo sudah bisa jual listrik ke PLN,” kata Risma
“Selain itu ada Terminal Teluk Lamong, yang baru saja dibangun. Pelabuhan bertaraf internasional ini dipersembahkan untuk warga Surabaya dan Indonesia,” lanjutnya.
Pemkot Surabaya, lanjut Risma, juga mendapat gelar pemerintahan berintegritas dari KPK, kemudian mendapat penghargaan Bung Hatta Corruption Award. Hal ini sebagai bukti bahwa pasangan Risma-Whisnu, telah menjalankan pemerintahan sesuai peraturan yang berlaku.
Sedang Whisnu menambahkan, saat ini warga Surabaya Barat sudah bisa merasakan dan menikmati pengelolaan sampah itu, yang tak lagi berefek negatif bagi mereka. Dan terpenting, sebut Whisnu, sesuai undang-undang, pengelolaan sampah itu adalah tanggung jawab pemerintah daerah.
“Surabaya jadi contoh pengelolaan sampah. Penilaian tertinggi Adipura 2015 dari pengelolaan sampah, dan itu menjadi bukti bahwa apa yang dilakukan pemkot sudah on the track,” ujarnya.
Ditambahkan Whisnu, yang bangga sebagai Arek Suroboyo. “Di era globalisasi ini, Surabaya mampu menampilkan wajah-wajah baru pembangunan yang untuk menjawab tantangan ekonomi masa depan. Ini semua untuk warga Surabaya. Maka banggalah kita jadi tuan dan nyonya di kota sendiri,” tegas Whisnu. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS