
SUMENEP – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumenep, Nia Kurnia Fauzi, mengajak kaum ibu, para perempuan untuk bersatu hati, bersatu jasad, terutama bersatu untuk mengurus keluarga dan lingkungannya.
“Ibu-ibu, kita ini satu hati satu jiwa. Jika ada perempuan disakiti, kita akan merasakan sakit semua. Kita akan merasakan gelisah semua,” ujar Nia Fauzi di hadapan ibu-ibu yang menghadiri acara peringatan Hari Ibu dan Gerakan Sadar Lingkungan di Balai Desa Karang Anyar, Kalianget, Senin (23/12/2019).
Dia mengingatkan, peran para ibu tidak hanya di dalam rumah. 22 Desember 91 tahun lalu, tambah Nia Fauzi, kaum perempuan sudah menunjukkan komitmen kebangsaannya. Mereka berkumpul untuk mengawal generasi kita punya spirit cinta tanah air.
“Bung Karno menetapkan 22 Desember sebagai hari ibu bukan sekadar karena ibu mengandung. Bukan karena ibu menyusui. Bukan karena memasak untuk kita. Lebih dari itu, Bung Karno mengapresiasi, mendukung langkah-langkah para ibu di zaman pergerakan. 22 Desember 1928, kongres pertama perempuan adalah bukti kepedulian mereka terhadap nasib kaumnya dan bangsanya,” paparnya.
Ketua Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Sumenep ini juga berharap Pusat Studi Bung Karno dan Pemuda Bank Sampah Romah Sangkol terus menjaga komitmennya terhadap lingkungan.

“Kita juga tahu, Bung Karno punya perhatian serius dengan lingkungan. Bung Karno yang membuat padang sahara menghijau. Maka, upaya penanganan sampah merupakan langkah konkret dalam berdaulat. Langkah mengelola lingkungan bernilai ekonomis,” jelas istri Wakil Bupati Sumenep ini.
Sementara Direktur Pusat Studi Bung Karno (PSBK), Set Wahedi mengungakapkan, peringatan Hari Ibu dan Gerakan Sadar Lingkungan ini satu tarikan nafas.
“Lingkungan itu ibarat ibu kita. Jika kita baik sama lingkungan, kita tidak buang sampah sembarangan, maka hidup kita akan damai. Hidup kita akan bersih. Begitu juga, jika durhaka pada lingkungan, maka hidup kita akan sengsara,” jelas Set Wahedi.
Alumni pascasarjana UGM Yogyakarta ini juga menegaskan, sampah itu persoalan bersama. Jangan berbicara kesejahteraan, tambah Set Wahedi, jika lingkungannya kumuh. Lingkungannya bau busuk dan penuh penyakit.
“Kesejahteraan itu indikatornya bukan karena rumah yang bagus. Tapi lingkungan yang bersih dan sehat. Bagaimana kita bicara kesejahteraan kalau masyarakatnya sakit-sakitan?” tandas pria yang juga Wakil Ketua Bidang Pemuda, Olahraga dan Budaya DPC PDI Perjuangan Sumenep ini. (red)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS