
SURABAYA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menilai, sah-sah saja bagi setiap orang untuk berkreasi di media sosial. Namun, menyangkut hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilu, sebaiknya benar-benar digunakan.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi munculnya tren golongan putih (golput) keberadaan capres dunia maya dalam wujud Nurhadi-Aldo jelang Pemilu 2019.
“Bagi PDI Perjuangan, kami kurang sependapat jika golput sebagai hak. Karena setiap warga negara memiliki tanggung jawab atau kewajiban untuk memilih pemimpinnya,” kata Hasto di sela konsolidasi di kantor DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Jumat (25/1/2019).
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf tersebut mengatakan, sebaiknya pendidikan tentang politik semakin dikuatkan.
Bahwa Pemilu lah saatnya mencari pemimpin yang lebih teruji, lebih memiliki semangat merangkul semua golongan masyarakat, dan pemimpin yang lebih melayani masyarakat.
Justru yang harus dihindarkan adalah upaya ‘meng-golput-kan’ warga negara. Karena itu, PDIP selalu mendorong perbaikan daftar pemilih, mendorong KPU netral, dan tidak berafiliasi pada pihak tertentu, baik kepada penguasa atas yang di luar pemerintahan.
PDI Perjuangan juga memperkuat peran Bawaslu. Tujuannya adalah agar pemilu bisa berjalan lebih ideal dan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu makin meningkat.
“Konstitusi menjamin hak untuk memilih dan dipilih. Itu melekat sebagai satu kesatuan. Sehingga saat mereka menyatakan diri golput, dia tak punya hak untuk dipilih juga,” kata Hasto.
“Jadi mari kita gunakan hak pilih dengan sebaik-baiknya,” ajak Hasto.
Bagaimanapun juga, lanjut Hasto, memilih pemimpin itu menentukan masa depan bangsa dan negara.Pihaknya berharap, kampanye dan debat dapat mengurangi tingkat golput secara nasional. Tingkat keikutsertaan pemilih, imbuhnya, akan menentukan kualitas demokrasi nasional. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS