SURABAYA – Saksi PDI Perjuangan menjadi satu-satunya saksi partai yang menolak menandatangani berita acara rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi di KPU Jatim, Selasa (6/5/2014) siang. Sebab, PDI Perjuangan menilai ada pelanggaran yang terjadi selama proses pemilu di Jawa Timur.
Menurut Didik Prasetiyono, saksi PDI Perjuangan Jatim, pihaknya menolak menandatangani formulir bentuk DC. “Karena kami lihat dari pemilu yang terselenggara di 38 kabupaten/kota seluruh Jatim masih terdapat pelanggaran administratif dan potensi pelanggaran pidana yang massive, khususnya tentang politik uang,” tandas Didik Prasetiyono.
Rekapitulasi penghitungan suara tingkat Provinsi di KPU Jatim sendiri telah berakhir Selasa siang, setelah penghitungan rekapitulasi ulang 44 TPS Kota Surabaya masuk dalam rekapitulasi terakhir dari 38 KPU Kota/Kabupaten seluruh Jawa Timur.
Didik mengungkapkan, ada tiga daerah pemilihan yaitu Jatim I, II dan Jatim XI yang dicatat dalam formulir keberatan saksi model DC-2. Saksi PDI Perjuangan, katanya, menolak menandatangani berita acara di tiga dapil tersebut untuk disampaikan dalam rekap tingkat nasional. Yakni dari Rekapitulasi Kota Surabaya (Jatim I), Rekapitulasi Kabupaten Pasuruan (Jatim II) dan Kabupaten Bangkalan dan Sampang (Jatim XI).
Mantan Komisioner KPU Jatim ini menambahkan, dalam formulir DC-2 yang diajukan PDI Perjuangan tampak dipermasalahkan tentang potensi pelanggaran akibat salah pencatatan data pemilih dan penggunaan data pemilih pada kolom daftar pemilih tambahan (DPTb) dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) di Kota Surabaya. Kemudian di Kabupaten Pasuruan disoal juga tentang adanya suap oleh caleg Gerindra kepada 13 Ketua PPK yang disampaikan menjadi bukti nyata keterlibatan penyelenggara pemilu secara massive, terstruktur dan sistematis.
Kabupaten Bangkalan disoal terkait adanya konsentrasi suara pada coblos nama caleg yang bila didalami dapat dipastikan terjadi anomali penyelenggaraan pemilu di tingkat operasional. Pun untuk Kabupaten Sampang, lanjut Didik, selain sama yang terjadi di Kabupaten Bangkalan juga terjadinya secara terang-terangan modus 100% pemilih di DPT hadir dan 100% mencoblos nama satu atau dua orang caleg saja.
“Patut diduga anomali ini adalah kecurangan yang sistematis tetapi gagal dibongkar baik oleh KPU maupun Panwaslu Kabupaten Bangkalan dan Sampang,” ujarnya.
Jika maraknya pemilu yang menggunakan uang sebagai instrumen membeli suara itu didiamkan, imbuh Didik, maka demokrasi di republik ini tidak lebih hanya akan menjadi demokrasi predator. “Demokrasi brutal yang memangsa keadilan pemilu menjadi milik pembeli-pembeli suara semata,” tegasnya.
Sementara, dalam jadwal rekapitulasi tingkat nasional, Provinsi Jawa Timur direncanakan mendapatkan waktu pleno pada Selasa (6/5) malam atau Rabu (7/5) dini hari. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS