
JAKARTA – Hari Ibu tidak ditujukan untuk merayakanperan domestik perempuan. Hari Ibu adalah hari bersejarah untuk merayakangerakan politik perempuan Indonesia.
Gerakan yang memperlihatkan bahwa sejak awal mula berdirinya bangsa ini, laki-laki dan perempuan memiliki kontribusi yang sama.
Hal itu dikatakan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada acara yang digelar Paguyuban Pimpinan Tinggi Perempuan Indonesia dalam peringatan Hari Ibu yang bertajuk ‘Super Showbiz Perempuan 4.0’ di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (18/12/2018).
Dalam kesempatan itu dilakukan juga penggalangan dana untuk pembangunan di Lombok dan Palu pascabencana.
Megawati mengatakan, perhelatan ini mengingatkannya pada Kongres Perempuan Pertama pada 22 hingga 25 Desember 1928 di Yogyakarta.

Menurutnya, pada masa penjajahan kolonial yang semuaakses sangat sulit itu, 30 organisasi perempuan berkumpul, bermusyawarah danbermufakat untuk terlibat aktif dalam merintis Indonesia Merdeka.
“Perempuan-perempuan pendiri bangsa tersebut, The Founding Mothers of Indonesia, mengusung gagasan tentang ‘Persatuan Perempuan Nusantara’,” kata Megawati.
Mereka memperjuangkan lahirnya kebijakan untuk pembangunan bangsa, seperti perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pelarangan usia dini pernikahan, masalah pendidikan bagi perempuan, termasuk kesetaraan upah bagi pekerja laki-laki dan perempuan.
Atas penghargaan terhadap gerakan dan perjuangan kaum perempuan Indonesia, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Dekrit tersebut menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dan dirayakan secara nasional.
Presiden ke-5 RI ini pun menegaskan, Jas Merah, kata Bung Karno. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah! (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS