
JAKARTA – Politisi Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Masinton Pasaribu mengatakan, secara yuridis belum ada kegentingan mendesak, sehingga Presiden Joko Widodo harus menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Belum ada urgensi penerbitan Perppu tentang KPK. Jika ada elemen masyarakat yang berkeberatan dengan pasal-pasal revisi UU 30 Tahun 2002 tentang KPK bisa menggunakan saluran konstitusional melalui judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi),” kata Masinton kepada media, Minggu (6/10/2019).
Presiden Jokowi, lanjutnya, memiliki hak untuk menerbitkan Perppu pengganti undang-undang bila ada kegentingan yang memaksa. Hal itu tertuang di dalam Pasal 22 ayat 1 UUD 1945.
Lalu, berdasarkan putusan MK melalui Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 telah menentukan 3 syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai kegentingan yuridis yang memaksa.
Masinton menjelaskan, pertama, harus ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Kalaupun undang-undang tersebut telah tersedia, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan.
“Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama. Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin,” urainya.
Berdasarkan ketiga point tersebut, lanjut dia, syarat objektif dan kegentingan yuridis yang mengharuskan Presiden menerbitkan Perppu tentang KPK belum terpenuhi.
Sehingga, seluruh perangkat negara yang melaksanakan tugas dan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif tetap bekerja normal. “Bahkan KPK yang melaksanakan tugas pemberantasan korupsi juga masih bekerja seperti biasanya,” ujar dia.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, RUU KPK sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah. Artinya, hal itu sudah melalui kajian yang matang antara DPR RI dan pemerintah sebelum UU diketok.
“Apanya yang salah dari UU KPK sehingga ditolak,” kata Puan kepada wartawan saat menghadiri HUT ke-74 TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10/ 2019).
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, Partainya sebagai pengusung Jokowi bersama partai koalisi, berkewajiban mengawal RUU KPK yang baru serta mengamankan Kepala Negara.
Meski demikian, tambah Puan Maharani, perlu tidaknya mengeluarkan Perppu sepenuhnya wewenang Jokowi. “Kewajiban PDI Perjuangan dan partai koalisi hanya mengingatkan bahayanya kalau presiden tunduk pada tekanan orang-orang yang menolak RUU KPK,” jelas dia.
Puan pun menyarankan pihak-pihak yang menolak RUU KPK untuk menggugat di MK. “Jangan main ancam dan paksa presiden keluarkan Perpu,” ujarnya. (goek)