TULUNGAGUNG – Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung, Marsono, memberikan apresiasi kegiatan penyampaian pendapat atau aksi damai yang dilakukan Aliansi Masyarakat Tulungagung (AMT) di depan Kantor DPRD setempat, Jumat (13/12/2024).
Menurutnya, aksi damai menolak kehadiran ulama Ba’alawi di Kabupaten Tulungagung oleh AMT itu dilakukan secara santun, damai dan terjaga.
“Tuntutan yang disampaikan akan ditindaklanjuti dengan rapat pimpinan DPRD,” ujar Marsono.
Marsono menjelaskan, sebagai wakil rakyat, pihaknya akan meneruskan seluruh tuntutan dari AMT, baik kepada pemerintah daerah, pemerintah provinsi, maupun pemerintah pusat.
Akan tetapi, semuanya harus berdasarkan hasil rapat dari pimpinan DPRD Kabupaten Tulungagung sebagai jawaban dari keresahan masyarakat yang terjadi saat ini.
“Tidak menutup kemungkinan kertas tuntutan ini akan disampaikan kepada pemerintah eksekutif,” tutur Bendahara DPC PDI Perjuangan Tulungagung itu.
Sebelumnya, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Damai AMT, Mochamad Hanin Diyaudin, mengatakan bahwa aksi damai itu diikuti ribuan massa dari 53 unsur atau lembaga.
Menurutnya, aksi damai yang dilakukan bertujuan untuk menolak kehadiran ulama Ba’alawi, yakni Habib Syech Abdul Qodir Assegaf, yang akan melakukan dakwah di Kabupaten Tulungagung.
Pihaknya menilai, dakwah yang dilakukan ulama tersebut tidak hanya meresahkan, tetapi juga dianggap membelokkan sejarah Islam serta memicu provokasi terhadap pemerintah.
“Kami dari AMT dengan tegas menolak kehadiran Syech bin Abdul Qodir Assegaf di Tulungagung untuk melakukan dakwah,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikmah Tawangsari, Kecamatan Kedungwaru itu.
Dalam aksi damai tersebut, pihaknya membawa tema besar, yakni ‘Merajut Kebersamaan Merajut Persatuan’ serta menyampaikan 10 tuntutan kepada pemerintah, di antaranya, pertama, bersikap tegas terhadap klan Ba’alawi yang secara terang-terangan memalsukan nasab Rasulullah dan membelokkan sejarah bangsa. Kedua, menghentikan dan melarang segala aktivitas dakwah ba’alawi yang dinilai merusak aqidah dan provokatif melawan pemerintah.
Ketiga, secara tegas dan tuntas membersihkan situs sejarah palsu (makam, prasasti, dan bangunan sejarah lainnya. Keempat, bertindak preventif dan serius dalam memerangi ancaman FPI dan HTI reborn maupun gerakan lainnya yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Kelima, membantu segala bentuk dan upaya perjuangan PWI-LS bersama masyarakat dalam menjaga kemurnian ajaran agama dan kedaulatan bangsa.
Keenam, melarang imigran Yaman untuk berperan aktif dalam organisasi yang berafiliasi dengan pemerintah. Ketujuh, untuk melakukan pembersihan terhadap ASN yang terpapar paham ekstrimis dan berafiliasi dengan gerakan yang membahayakan NKRI.
Delapan, menghentikan intervensi asing yang merusak ideologi Pancasila. Sembilan, mencegah distorsi dan manipulasi sejarah local, nasional maupun international. Sepuluh, mengintegrasikan sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi. (sin/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS