SURABAYA – Komisi C DPRD Surabaya akan melakukan pendataan terhadap pekerjaan yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Surabaya. Ini dilakukan karena lemahnya kinerja dinas tersebut, sehingga penjadwalan pekerjaan tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Padahal, dalam perubahan anggaran keuangan (PAK) tahun anggaran 2015 sudah dikurangi beban pekerjaannya. Yakni dengan mengurangi anggaran sebesar Rp 64 miliar dari dana APBD.
“Dari sekitar pekerjaan kurun waktu setahun, kurang lebih 1.000 titik dan sudah kita kurangi. Namun pada kenyataannya masih amburadul,“ kata Ketua Komisi C DPRD Surabaya Syaifuddin Zuhri, kemarin.
Sesuai data yang masuk, jelas anggota Fraksi PDI Perjuangan itu, ada sekitar ratusan titik proyek DPUBMP yang mangkrak atau belum tuntas pada waktunya. Padahal masa akhir anggaran tinggal menghitung hari.
“Kita memiliki fungsi kontrol dan pengawasan. Seperti di Jl Hr Muhammad karena penjadwalannya tidak tepat, hasil kerjanya tidak sesuai. Selain itu salurannya tak beres, kalau hujan warga kena imbasnya,” tegasnya.
Terpisah, pengamat konstruksi Djoko Prasektyo mengatakan, warga dihantui rasa cemas akan genangan air pada musim hujan. Hal ini disebabkan tidak selesainya pekerjaan saluran atau drainase tidak siap.
“Bisa jadi lelang pekerjaan saluran atau drainase dilaksanakan di pertengahan tahun. Sehingga jika pekerjaannya besar, pekerjaan saluran tersebut banyak yang belum tuntas hingga akhir tahun,” kata alumnus Fakultas Teknik Sipil ITS ini.
Menurut Djoko, jika pekerjaan telat dilakukan akan berdampak banjir. Apalagi kondisi topografi Surabaya yang berada di dataran rendah, yakni 0 sampai 50 centimeter di atas permukaan laut.
Kondisi topografi seperti ini, sebut dia, sangat rawan terjadinya banjir. Terlebih jika hujan terjadi bersamaan dengan air laut pasang bisa dipastikan sebagian besar wilayah Surabaya akan banjir.
“Surabaya dilewati dua muara sungai besar, berpotensi mendapat banjir kiriman dan dua muara sungai besar yakni muara Kali Brantas (Kalimas, anak sungai Kali Brantas, red) serta muara Bengawan Solo (Kali Lamong, anak sungai Bengawan Solo, red),” terang Djoko.
Belum lagi dengan adanya perubahan peruntukan lahan, yang sebelumnya lahan persawahan sekarang telah berubah menjadi lahan pemukiman. Ini membawa konsekuensi terhadap perubahan fungsi saluran yang sebelumnya sebagai irigasi menjadi saluran drainase kota.
Perubahan itu, urai dia, elevasi (ketinggian) dasar saluran (irigasi) yang sebelumnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya, harus dibuat lebih rendah dari daerah sekitarnya. Biasanya dengan cara pengurukan lahan atau penggalian saluran.
“Persoalan banjir cukup komplek dan hampir tiap tahun saat musim penghujan Surabaya menjadi langganan banjir. Daerah yang dulunya tidak banjir, tahun kemarin kena banjir juga. Seperti wilayah Surabaya Timur, daerah Sukolilo dan Rungkut tahun kemarin banjirnya selutut orang dewasa,” ujar pria yang juga Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya itu.
Sedangkan banjir di wilayah Surabaya Barat, khususnya daerah Pakal dan Benowo, luapan Kali Lamong tahun kemarin hampir menenggelamkan rumah warga. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS