SUBSTANSI ajaran semua agama secara sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian pada sesama. Bagaimana manusia menjalin kebersamaan, saling peduli dalam mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Agama tanpa perwujudan nilai kemanusiaan dan kepedulian akan kehilangan esensinya.
Perayaan Idul Qurban, yang dilaksanakan umat Islam di seluruh dunia, sebagai bagian dari pelaksanaan ibadah haji, sejatinya merupakan momentum penyegaran nilai kemanusiaan dan kepedulian. Melalui penyembelian hewan kurban umat Islam disegarkan nilai kemanusiaannya agar selalu memiliki kesediaan berempati serta menjalin silaturahmi kepada sesama.
Menarik mencermati perintah ibadah kurban yang tercantum dalam Al-Quran surat Al-Kautsar. Pada surat terpendek itu Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa mengingatkan tentang betapa banyak nikmat yang diberikan kepada manusia.
Karunia yang luar biasa itu seharusnya disyukuri dengan kesadaran peribadatan kepada Sang Pencipta- hablum minallah. Lalu, secara sosial manusia kemudian diperintahkan berkurban sebagai wujud kelanjutan kesadaran spiritual.
Rangkaian poin indah tampak pada rangkaian perintah berkurban itu. Yang Maha Kuasa, mengingatkan manusia yang telah mendapatkan keberuntungan, memperoleh kenikmatan agar menyegerakan rasa syukur melalui pelaksanaan peribadatan. Namun, perintah tidak berhenti sekadar melaksanakan peribadatan. Pada ayat berikutnya Allah, Tuhan Yang Maha Esa secara tegas memerintahkan berkurban.
Sangat jelas dari pesan firman surat Al-Kautsar itu, beribadah kepada Tuhan yang Maha Kuasa, taat dan tekun berada di tempat ibadah saja, tidak cukup. Harus dilanjutkan dengan pengabdian, kepedulian kepada masyarakat antara lain melalui perintah berkurban.
Sangat terasa di sini, poin indah dari firman Allah. Bahwa manusia yang sekadar bersibuk ria dalam peribadatan, berlama-lama di tempat ibadah, sehingga tidak peduli kepada berbagai persoalan lingkungan sosial, belum tergolong seorang yang beragama dengan baik. Beragama harus integral dengan selalu menjalin hubungan peribadatan kepada Allah dan memiliki kepekaan kepedulian kepada sesama.
Demikian penting pesan kemanusiaan hingga hampir seluruh peribadatan selalu berkaitan dengan kelanjutan dan keharusan peduli pada sesama. Bahkan ada ayat yang populer dan sangat tajam mengingatkan ummat Islam. Allah menyebut sebagai pendusta agama, mereka yang demikian tekun beribadah, tapi tidak peduli kepada anak yatim dan fakir miskin.
Sangat luar biasa sekali pesan agama Islam yang diyakini penulis juga menjadi pesan utama semua agama di dunia ini. Sungguh, jika semua umat beragama melaksanakan pesan agamanya, dunia ini akan damai, tentram, karena yang merebak dan tumbuh berkembang adalah semangat untuk saling membantu, saling mengasihi. Bukan saling menghabisi apalagi sampai saling membunuh.
Bagi masyarakat Indonesia berkurban tidak hanya pelaksanaan keyakinan peribadatan, tapi juga sebagai pelaksanaan bagian kehidupan keseharian. Semangat gotong royong yang telah berurat akar menjadi watak dan karakter masyarakat Indonesia menjadikan berkurban lebih mudah dan penuh semangat. Berkurban sebagai wujud gotong royong seluruh rakyat Indonesia.
Jelas ungkapan itu bukan sekadar basa basi. Kegotongroyongan masyarakat Indonesia telah terbukti dan diakui dunia. Laporan World Giving Index (WGI) yang dirilis (14/6/21) oleh CAF (Charities Aid Foundation) menempatkan Indonesia di peringkat pertama dengan skor dari 69%, dalam semangat tolong-menolong. Naik dari dari skor 59% di indeks tahunan terakhir yang diterbitkan pada tahun 2018. Pada saat itu, Indonesia juga menempati peringkat pertama dalam WGI.
Pelaksanaan penyembelian hewan kurban yang dalam pembagian diberikan kepada siapapun di lingkungan terdekat, makin mengentalkan semangat kegotongroyongan dan kebersamaan serta persaudaraan rakyat Indonesia. Damailah negeriku dengan semangat berkurban dan kepedulian pada sesama. (*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS