DENPASAR – PDI Perjuangan merekomendasikan pemisahan penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres). PDIP menginginkan pileg dan pilpres tak lagi diselenggarakan secara serentak.
Rekomendasi ini jadi salah satu sikap politik yang ditetapkan Kongres V PDI Permjuangan di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Bali, Sabtu (10/8/2019).
“Kami mengusulkan ada pemilu legislatif dan pemilu presiden, dengan melihat mencermati di masa lalu risiko politik yang terlalu besar,” kata Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, kemarin.
Pemilu berjalan serentak baru terjadi pada Pemilu 2019, yaitu pileg yang diselenggarakan berbarengan dengan pilpres. Sebelumnya, pilpres dilakukan setelah pileg, sehingga partai politik mengajukan calon presiden berdasarkan hasil pileg.
Hasto mengatakan, negara wajib mengembangkan sistem pemilu dan kepartaian yang sejalan dengan terwujudnya sistem pemerintahan presidensial yang efektif.
Karena itu, sebutnya, upaya menciptakan sistem pemilu dan kepartaian yang sederhana melalui pengaturan secara demokratik, efisien, dan efektif mutlak diperlukan.
Sementara itu, pileg dan pilpres yang digelar secara bersamaan menimbulkan potensi polarisasi di masyarakat yang cukup besar. Hal ini seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu.
“Buat apa kita berdemokrasi kalau masyarakat harus terpecah. Karena itulah kita harus menyelamatkan demokrasi itu,” ujarnya.
Secara teknis, PDI Perjuangan mengusulkan penyelenggaraan pemilu yang dibagi dalam dua tahap di tahun yang sama.
Tahap pertama, pemilu presiden dan anggota DPD. Selang tiga bulan kemudian dilakukan tahap kedua, yakni pemilihan anggota dewan dan kepala daerah.
“Kita sudah lakukan evaluasi yang menunjuk kepada satu hal, yakni bagi partai-partai politik penyelenggaraan pemilu serentak ini berat,” kata Ketua Tim Pemateri, Sinkronisasi, Harmonisasi dan Perumus pada Komisi IV Arif Wibowo. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS