JAKARTA – Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan, koalisi partai politik pada Pilkada DKI Jakarta dinilai belum tentu terulang pada Pilkada 2018 mendatang.
Dia meyakini, koalisi di daerah-daerah lainnya masih akan cair bergantung pada tiga hal tingkat hubungan manusia, yakni hubungan struktural, fungsional dan personal.
“Contoh, menantunya di Demokrat, ibunya di PKB. Kan kalau koalisi lebih mudah,” kata Hendrawan, kemarin.
Pada Pilkada DKI, PDI Perjuangan berkoalisi dengan Partai Nasdem, Partai Golkar dan Partai Hanura untuk mengusung pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Belakangan, PKB dan PPP ikut bergabung.
Meski isu SARA begitu kental pada Pilkada DKI, namun Hendrawan menilai hal itu belum tentu terjadi di pilkada daerah lain. Menurutnya, isu tersebut dimanfaatkan di DKI dikarenakan sosok Ahok yang terbilang fenomenal.
Hendrawan mengemukakan, PDI Perjuangan sudah mulai melakukan penjaringan sejumlah nama untuk Pilkada 2018, terutama pemilihan gubernur. “Instruksinya sudah keluar minggu lalu untuk mulai menjaring,” ujar Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR itu.
Dari 17 provinsi yang akan menyelenggarakan Pemilihan Gubernur 2018 mendatang, PDI-P dapat mengusung pasangan calon sendiri tanpa berkoalisi di lima daerah. Yakni Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Kalimantan Barat.
Namun, Hendrawan enggan menyebutkan nama-nama calon yang mengerucut bagi setiap daerah. Menurutnya, di tahap penjaringan semua nama populer dimasukkan untuk kemudian masuk ke tahap penyaringan.
“Nama-nama itu nanti dikumpulkan, dibahas di DPP, Kemudian disurvei. Surveinya harus tiga kali,” tuturnya.
Terpisah, Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira menilai, terlalu prematur jika ada pihak yang menyimpulkan hasil pada Pilkada DKI Jakarta 2017 merepresentasikan Pemilu 2019.
Menurut Andreas, karakter pilkada dan pilpres berbeda. Hasil Pilkada DKI, kata dia, tak serta merta berkorelasi dengan perolehan suara Joko Widodo bila nantinya mantan Wali Kota Solo itu dicalonkan oleh PDI-P pada Pilpres 2019.
“Belum bisa disimpulkan seperti itu, karena karakater Pilpres dan Pilkada DKI berbeda, isu berbeda, luas cakupan wilayah juga beda,” jelas Andreas.
Dia menambahkan, setiap pilkada memiliki tantangan dan karakter yang berbeda-beda. Karena itu, menurut Andreas, tiap kekalahan di pilkada perlu mendapatkan perhatian dan evaluasi khusus agar tak terulang di daerah lain.
“Begitupun antara Pilkada DKI dan Pilpres tentu juga punya karakter sendiri baik dari segi luas cakupan, isu, maupun tantangannya pasti beda. Meskipun demikian tentu setiap kekalahan harus selalu diwaspadai dan dievaluasi untuk perbaikan ke depan,” lanjut dia. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS