JAKARTA – Presiden terpilih Joko Widodo menyatakan siap mengawal Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Jokowi berharap DPR menyetujui perppu yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/10/2014), Jokowi mengatakan jika DPR menolak perppu tersebut, maka usaha mengembalikan pilkada langsung oleh rakyat menjadi sia-sia. Oleh karena itu, dia berharap proses pembahasan Perppu Pilkada di DPR berjalan mulus.
“Jangan sampai perppu yang sudah ditandatangani masuk ke dewan, entar ada masalah lagi. Dari sana keluar, nanti masuk ke MK lagi, ya ndak rampung-rampung,” kata Jokowi.
Jokowi berjanji akan mengawal perppu itu agar mendapat persetujuan DPR. Hanya, dia enggan menjelaskan strategi yang akan dilakukan dengan partai politik pendukungnya untuk mengegolkan perppu tersebut.
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota itu dikeluarkan Presiden SBY untuk membatalkan UU No 22/2014 tentang Pilkada yang disahkan DPR RI periode 2009-2014 pada September 2014 lalu. SBY juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Terpisah, Wakil Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, Perppu Pilkada itu sebagai bentuk lempar tanggung jawab dari pemerintahan SBY ke pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, besar kemungkinan pembahasan Perpu Pilkada di DPR baru akan terjadi setelah pemerintahan berganti.
Saat itu, ada kemungkinan publik akan memberi tekanan ke pemerintahan Jokowi-JK untuk membuat solusi atas berlakunya UU Pilkada.
“Perpu yang dikeluarkan SBY hanyalah suatu bentuk strategi lempar bola kepada pemerintahan Jokowi-JK. Rakyat mencatat dengan baik dan tahu apa yang harus dilakukan terhadap mereka yang menggunakan kekuasaannya untuk mengebiri hak kedaulatan rakyat,” kata Hasto.
Saat pengesahan UU Pilkada di DPR, Hasto tak yakin SBY benar-benar kaget dengan manuver PD walk out di paripurna. Tekanan publik lewat media sosial disebut Hasto menjadi pemicu perubahan strategi PD dan SBY. “Publik akhirnya juga sadar bahwa Perppu hanyalah pemoles karena kerasnya kritik publik,” ulasnya.
Berikut ini substansi Perpu Pilkada:
- Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2);
- Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung, oleh DPRD (Pasal 205);
- Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah. (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat 2, Pasal 5 ayat 3b, dan Pasal 7d);
- Penghematan atau pemotongan anggaran pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat 1c, d, e, dan f serta ayat 2, dan Pasal 200);
- Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal (Pasal 69);
- Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76);
- Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak penyalahgunaan wewenang (Pasal 47);
- Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68c);
- Larangan pelibatan aparat birokrasi yang meyebabkan pilkada tidak netral (Pasal 70);
- Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca-pilkada karena dianggap tidak mendukung calon (Pasal 71);
- Pengaturan yang jelas, akuntabel, dan tranparan perihal penyelesaian sengketa hasil pilkada (Bab XX Pasal 136-159);
- Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung (Pasal 69g, Pasal 195);
- Pilkada serentak (Pasal 3 ayat 1);
- Pengaturan ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41);
- Penyelesaian sengketa hanya lewat dua tingkat, yaitu pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157);
- Larangan pemanfaatan program/kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana (Pasal 71 ayat 3);
- Gugatan perselisihan hasil pilkada ke Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila mempengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal 156 ayat 2).
Sedang Perpu Pemda berisi dua hal penting. Kesatu, menghapus tugas dan wewenang DPRD Provinsi untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal 1 angka 1).
Kedua, menghapus tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal 1 angka 2). (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS