SURABAYA – Anggota Badan Anggaran (Banggar)DPRD Surabaya Eri Irawan mengatakan, pembiayaan alternatif untuk pembangunan infrastruktur di Kota Surabaya lebih efisien sehingga manfaat ekonominya bisa dirasakan secara cepat oleh masyarakat.
“Program infrastruktur tersebut di antaranya pembangunan Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB), pelebaran Jalan Wiyung, diversi Gunungsari, flyover Taman Pelangi, penerangan jalan umum, hingga penanganan banjir,” kata Eri Irawan, dikutip Jumat (3/10/2025).
Dia mengatakan pembangunan daerah selalu dihadapkan pada problem klasik yaitu ketersediaan anggaran.
Di sisi lain, kata dia, ketika pembangunan ditunda dan tak dapat dituntaskan lebih cepat alias memakai skema APBD seperti biasa, maka pemerintah dihadapkan pada sejumlah konsekuensi.
“Di antaranya, struktur biaya yang bisa lebih besar di masa mendatang,” jelasnya.
Eri memaparkan terdapat potensi kenaikan biaya pada masa mendatang jika program pembangunan tidak cepat dituntaskan. Seperti harga bahan baku konstruksi, tenaga kerja, dan biaya operasional terus meningkat setiap tahun karena inflasi dan dinamika pasar.
“Menunda pembangunan akan membuat biaya proyek jauh lebih besar di tahun-tahun mendatang. Dengan memulai tahun ini, pemerintah daerah bisa menghemat anggaran alias lebih efisien dalam jangka panjang,” sebut Eri.
Politisi PDI Perjuangan ini menilai, program pembangunan yang direncanakan dan dikerjakan lebih cepat akan mengurangi risiko pembengkakan biaya (cost overrun) pada masa mendatang.
Menurutnya, hal tersebut terlihat dari hasil kajian di mana sejumlah infrastruktur seperti JLLB, pelebaran Jalan Wiyung, flyover Dolog, saluran diversi Gunungsari, pemasangan penerangan jalan hingga pembangunan jalan Dharmahusada-MERR yang jika dibiayai pinjaman daerah akan tuntas 2027 bisa lebih hemat jika program-program tersebut dijalankan dengan APBD tanpa pembiayaan alternatif sampai 2029.
Dia menjelaskan, jika dihitung total pembiayaan alternatif dan bunga yang harus ditunaikan hingga 2029, masih ada selisih efisiensi hingga Rp59,9 miliar jika proyek-proyek tersebut dikerjakan tanpa pembiayaan alternatif.
“Tapi tentu saja perencanaannya harus matang, diawasi ketat, sehingga hasilnya berkualitas dan berdampak optimal bagi publik,” ujarnya.
Eri menambahkan, pembiayaan alternatif yang akan dijajaki Pemkot Surabaya juga berkaitan dengan momentum politik dan kebijakan dari pemerintah pusat. Sebab, ada beberapa program pusat yang sifatnya dukungan fiskal pada periode tertentu.
“Pemkot Surabaya bisa memanfaatkan momentum kebijakan pusat yang mendukung pembiayaan infrastruktur. Dan ini dijalankan misalnya dengan konsep cost sharing pada pembangunan flyover Dolog, yang pada ujungnya juga akan menopang program SRRL dari pemerintah pusat dengan mengurangi perlintasan sebidang di Surabaya,” tutup Eri. (nia/pr)