JAKARTA – Ada yang istimewa dalam pagelaran wayang kulit menyambut Bulan Bung Karno (BBK) 2022 di halaman Masjid At Taufiq, seberang Gedung Sekolah Partai PDI Perjuangan, di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (25/6/2022) malam.
Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mendapat kado dari Dalang Ki Warseno Slank, yakni sebuah gendhing Jawa berjudul “Ibu Megawati”. Lagu tersebut dilantunkan para pesinden yang tampil bersama Ki Warseno Slank sebelum lakon “Bima Suci” dimulai.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang hadir secara langsung di lokasi, yang awalnya membocorkan soal adanya lagu khusus persembahan untuk Megawati itu.
Menurut Hasto, sang dalang memang dekat dengan Megawati. Bahkan mendapat beasiswa dari Megawati untuk menyelesaikan studi doktoralnya.
“Ki Dalang Warseno Slank menerima beasiswa dan sebentar lagi menyelesaikan program doktornya dari Bu Mega. Beliau selalu melakukan sosialisasi Pancasila dengan spirit kelahiran sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam pidato 1 Juni,” kata Hasto.
Hasto ditemani Ketua DPP PDI Perjuangan Nusyirwan Soejono dan Ketua Panitia Penyelenggara Gembong Warsono, tampak mengikuti alunan gending “Ibu Megawati” dengan serius.
Syair lagu itu sendiri menceritakan tentang Megawati yang dilahirkan di Yogyakarta, anak kedua dari Bung Karno, Proklamator dan Presiden Pertama RI. Juga mengisahkan Megawati sebagai pemimpin perempuan di Indonesia.
Walau dari kecil ditempa banyak kesulitan, Megawati berhasil menjadi pemimpin bangsa dan Republik Indonesia.
“Megawati Soekarnoputri, tresno konco tuwin negari, nate dadi Presiden RI, tansah setyo Ibu Pertiwi,” demikian petikan salah satu syair lagu itu.
Artinya dalam bahasa Indonesia, “Megawati Soekarnoputri, sayang pada teman juga negara, pernah jadi Presiden RI, setia pada Ibu Pertiwi.”
Sementara itu, lakon “Bima Suci” intinya menceritakan bahwa setiap satria, setiap pemimpin selalu mengalami ujian dan gemblengan, serta berteguh pada cita-cita.
Menurut Hasto, para kader partai harus selalu meneguhkan sikap ksatria dalam berpolitik, dengan terus memperkuat persatuan dengan rakyat, serta satu kata dan perbuatan dalam menyatu dengan wong cilik.
Bersatunya pemimpin dengan rakyat, sebut Hasto, merupakan harapan yang ingin diperkuat oleh PDI Perjuangan lewat pagelaran wayang oleh Ki Warseno Slank ini.
Hasto menjelaskan, setiap lakon pewayangan itu tidak hanya mengajarkan filosofi kehidupan, tapi juga apa yang terjadi dalam kehidupan nyata, pertarungan antara kebaikan dan angkara murka terjadi.
Dalam lakon Bima Suci, tokoh Bima, salah satu dari anggota Pandawa, mengemban tugas suci di tengah kondisi negeri yang sedang kesulitan. Bima percaya kepada sang guru Pendeta Durna, dan akhirnya mencari Banyu Perwita Sari, yakni air kehidupan yang paling suci.
Dijelaskan Hasto, dalam proses pencarian itu, seorang Bima, yang menjadi salah satu tokoh idola Bung Karno dalam pewayangan, terus berjuang tanpa kenal menyerah.
Dalam lakon itu, Bima menunjukkan sikap dan perbuatan, bagaimana seseorang yang oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, disebut sebagai seorang ksatria.
“Menurut Ibu Mega seorang ksatria, sama dengan harapan beliau terhadap kader-kader PDI Perjuangan, seorang yang tidak pernah menyerah dalam tugas, turun ke bawah menyatu dengan kekuatan rakyat,” kata Hasto.
“Itulah semangat gerakan PDI Perjuangan turun ke bawah, tidak melakukan manuver politik ke atas, ke elite. Sebagai satu-satunya kekuatan PDI Perjuangan adalah rakyat,” tegas Hasto.
Dia melanjutkan, dalam proses pencariannya, dalam berbagai ujian yang dihadapinya, akhirnya Bima bertemu dengan Dewa Ruci.
Akhirnya, segala sesuatu yang awalnya terasa tidak mungkin, menjadi mungkin. Akhirnya konsepsi “manunggal ing kawula gusti” atau kesatuan dengan Tuhan, dapat terlihat dalam cerita.
“Ketika Bima setelah mensucikan dirinya dengan berbagai laku-laku sebagai ksatria, itu sama dengan menghadapi ujian-ujian sebagai seorang pemimpin dan bertanggung jawab akan masa depan bangsa dan rakyatnya, akhirnya Bima bisa masuk dalam diri Dewa Ruci dengan melihat jagat serba terbalik,” urai Hasto.
Dan hakikat itu, lanjut Hasto, pada dasarnya sama dengan harapan yang digelorakan Megawati dan PDIP.
“Bahwa seorang kader partai harus satu kata dan perbuatan. Dalam memperjuangkan rakyat, kita tidak boleh melihat apa untungnya. Tapi alam pikir dan alam rasa kita harus menyatukan kita, sehingga kader dan simpatisan PDI Perjuangan bergerak menyatu dengan kekuatan wong cilik, dan yang hadir adalah dedikasi dan keyakinan sebagaimana ditunjukkan Bima,” bebernya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS