JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengajak aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) untuk terus bersatu guna menangkal adanya ancaman penjajahan gaya baru (neo kolonialisme).
“Akan tetapi pola yang digunakan adalah tetap sama, yaitu politik adu domba. Politik pecah belah,” kata wakil ketua MPR Ahmad Basarah dalam Rakornas KAMMI 2018 yang bertajuk “Bersama KAMMI Jayalah Negeri” di gedung LPMP, Jakarta, Minggu, (29/7/2018).
Basarah menyebutkan pola penjajahan di era sekarang berbeda dengan penjajahan di masa lampau. Menurutnya, Indonesia yang dahulu masih bernama Nusantara berhasil dikuasai Belanda karena Belanda menggunakan politik adu domba.
Dia mencontohkan Kesultanan Bone diadu domba dengan Kesultanan Gowa dan seterusnya. Inti dari politik adu domba untuk memperlemah persatuan dan kesatuan.
Setelah perpecahan terjadi, Belanda kemudian masuk dan menguras kekayaan alam tanah air. “Kekayaan alam bangsa kita yang demikian banyak, membuat bangsa asing tertarik untuk datang ke sini,” jelasnya.
Meskipun bangsa Indonesia sudah merdeka, lanjut pria yang juga Wakil Sekjen PDI Perjuangan ini, bukan berarti kaum imperialisme berhenti melakukan penjajajahan. Dia menyebut, model atau pola yang digunakan saat ini adalah lebih canggih.
Bung Karno tambah Basarah, menyebutnya dengan neoimperialisme. Sebagai contoh, mereka masuk dan menguasai sektor ekonomi dan politik.
Di sektor ekonomi misalnya adalah masuknya investasi besar-besaran untuk menguasai dan menjarah kekayaan alam bangsa Indonesia dan membuat berbagai macam regulasi dunia melalui lembaga-lembaga dunia yang mereka ciptakan dan kendalikan.
“Mau contoh. Coba lihat semua produk yang kita gunakan sehari-hari mayoritas produk perusahaan asing. Mulai dari urusan odol, air mineral, pesawat handphone hingga kendaraan bermotor dikuasai produsen asing dan bukan oleh produsen bangsa kita sendiri,” urai Basarah.
Kemudian dalam bidang politik. Bahwa demokrasi Indonesia sumber falsafahnya adalah Sila ke-4 Pancasila. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, demokrasi musyawarah-mufakat hilang, diganti dengan demokrasi liberal dengan konsep votingnya.
Belum lagi, biaya pelaksanaan pemilihan secara langsung yang menelan anggaran dan biaya politik yang demikian tinggi.
“Inilah kenyataan saat ini, demokrasi kita telah menjadi industri politik, dimana kapital atau modal menjadi dominan. Demokrasi liberal yang kapitalistik dan menghalalkan segala cara seperti ini membahayakan keselamatan bangsa,” tuturnya.
Dia mengingatkan, bahwa kekuatan kapitalis asing juga merekrut anak-anak bangsa dengan memiberikan beasiswa untuk masuk ke kampus-kampus ternama di luar negeri.
Menurut Basarah di sanalah anak-anak bangsa ini diajari dan diindoktrinasi nilai-nilai dan perangkat sistem kapitalisme. Begitu pulang ke Indonesia, mereka menduduki pos-pos strategis.
Ada yang menjadi teknokrat, ada yang menjadi pimpinan di lembaga-lembaga Negara, sehingga tidak mustahil kalau kebijakan-kebijakan yang mereka buat pro kepada kepentingan kapitalisme.
Faktanya, imbuh Basarah, saat ini memang tidak ditemukan lagi adanya pangkalan militer di sini, juga tidak ada tentara asing yang datang menjajah seperti jaman kolonial dulu. Tapi, mereka sukses ciptakan pangkalan mental asing yang menjadi agen kepentingan mereka di Indonesia.
“Inilah penjajahan gaya baru. Inilah situasi yang kita hadapi saat ini. Kita harus sadar akan kondisi ini. Kita harus kembali kepada Pancasila dan jangan mau bangsa kita diadu domba dengan alasan apapun. KAMMI harus menjadi garda terdepan dalam menjaga persatuan umat dan bangsa dalam bingkai NKRI,” ajak Basarah. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS