SURABAYA – Anggota Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur, Guntur Wahono, mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur percepat pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah regional di tiap daerah.
Hal itu mengingat tingginya timbunan sampah di beberapa TPA lokal, seperti di Tulungagung dan TPA Ngipik Kabupaten Gresik yang tiap harinya menampung hingga 200 ton sampah.
“TPA di Jatim memang masih jadi permasalahan serius sehingga solusinya itu tetap kita koordinasikan dengan dinas lingkungan hidup,” ujarnya, Rabu (5/7/2023).
Seperti diketahui, sebelumnya, Senin (12/9/2022), Pemprov Jatim mengesahkan MoU bersama beberapa bupati terkait pengelolaan sampah regional, yang di dalamnya memuat pembangunan TPA sampah terintegrasi di kawasan Jatim.
Perda Nomor 9 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah di Tingkat Regional Jawa Timur juga sudah disahkan untuk menanggulangi permasalahan sampah yang ada. Sayangnya, hingga kini tata kelola lingkungan tersebut belum maksimal.
Untuk itu, politisi PDI Perjuangan itu minta seluruh pihak turut mengupayakan bersama. Tugas dinas lingkungan hidup bersama pemprov dan DPRD adalah memasifkan adanya TPA sampah regional dan tugas masyarakat adalah membangun kesadaran terkait persoalan sampah di wilayahnya.
“Ini harus ada kerja sama semua pihak. Harus ada dukungan dari masyarakat. Kalau masyarakat tidak memahami ini, mereka akan menolak pembangunan TPA karena tidak bisa memahami bagaimana menangani limbah ini,” tuturnya.
“Jadi, yang sudah ada itu bagaimana kita optimalkan, tapi dari tujuh titik juga belum bisa memenuhi bagaimana mengatasi persoalan sampah ini. Di Blitar nanti kemungkinan akan dibangun TPA sampah. Lokasinya di perhutani nanti kita koordinasikan dengan dinas perhutani,” imbuhnya.
Tidak hanya TPA sampah regional, Guntur juga mendorong adanya tiap kabupaten/kota membangun pemanfaatan limbah sampah yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sehingga saling berkesinambungan.
“Jadi, terutama limbah plastik sebetulnya kalau kita bisa menggabungkan teknologi itu bisa diubah jadi bahan bakar bensin dan solar. Justru kalau masyarakat bisa melakukan itu, maka pemerintah harus memfasilitasi, agar ini bisa dikembangkan dan limbah ini tidak jadi persoalan, tapi malah menjadi berkah,” tandasnya. (nia/set)