JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan, Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) seharusnya jadi momentum untuk merefleksikan secara historis peran tokoh-tokoh bangsa dalam perjalanan dan pergulatan mencapai kemerdekaan.
Hardiknas yang diperingati setiap 2 Mei merupakan hari kelahiran Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Bersama dengan Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo yang kemudian dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai telah berkontribusi sangat besar dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
“Tiga tokoh inilah yang mengenalkan ideologi nasionalisme di Indonesia, dan menjadi guru dari tokoh pergerakan nasionalisme seperti Bung Karno,” terang Basarah dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/5/2021).
Baca juga: Sri Untari Dorong Pendidikan Pancasila Menjadi Nation Character Building
Peran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan, lanjut Basarah, tidak perlu diragukan. Ki Hajar Dewantara mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa, yang mengajarkan rasa cinta tanah air, dan menggelorakan semangat perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
“Visi dan misi inilah yang harus kita kembalikan dalam membangun pendidikan nasional kita,” ujarnya.
Sebagai seorang legislator yang membidangi aspek pendidikan, dia minta kepada pemangku kebijakan terkait untuk bisa meneladani visi Ki Hajar Dewantara dalam membangun sistem pendidikan nasional (sisdiknas).
“Segenap stakeholder pemerintahan mesti satu visi dan misi dengan semangat kebangsaan untuk menghidupkan kembali rasa cinta kepada ideologi negara,” kata wakil raktar dari dapil Malang Raya ini.
Terkhusus mengenai polemik PP Nomor 57/2021, imbuhnya, harus menjadi pengingat bersama. Jangan sampai di kemudian hari hal serupa kembali terulang, sehingga tidak ada sebuah kealpaan visi kebangsaan dalam pendidikan nasional.
“Menghasilkan peserta didik yang dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja memang realistis, tetapi apalah artinya jika generasi penerus bangsa kita tersebut nantinya akan meninggalkan apalagi mengkhianati nilai-nilai luhur bangsanya sendiri?” tuturnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan ini juga menjelaskan perkembangan ideologi transnasional yang terus menggerus nilai-nilai nasionalisme kaum terpelajar. Hal ini menjadi sebuah tantangan yang harus segera dijawab.
“Kalau kita baca surat wasiat kepada keluarganya, terlihat betapa virus ekstremisme telah membuat Zakiah mengkafirkan Pancasila, NKRI, demokrasi dan nilai-nilai kebangsaan kita. Ini harus menjadi lampu merah sebab pendidikan Pancasila yang telah diwajibkan di perguruan tinggi, ternyata tidak mampu membuat Zakiah mencintai negeri dan bangsanya sendiri,” tegas Basarah.
Dia pun mengungkit berbagai hasil survei yang menunjukkan banyaknya generasi muda yang hari ini sudah terpapar ideologi transnasional. Data tersebut, lanjut Basarah, menjadi peringatan kepada pemangku kebijakan untuk tidak meremehkan krisis kebangsaan dalam pendidikan nasional.
“Oleh karenanya, menghidupkan dan membudayakan kembali Pancasila sebagai pendidikan wajib, sifatnya mutlak dilakukan,” imbuh Basarah. (ace/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS