JAKARTA – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah, meminta pemerintah menerapkan kebijakan mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen secara selektif.
Menurut Said, pemberlakuan tarif baru pada Januari 2025 tidak boleh memberatkan masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah.
“Kami meminta pemerintah untuk menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif. Hal ini untuk memastikan dampaknya tidak terlalu membebani masyarakat yang daya belinya sudah menurun,” ujar Said, Minggu (8/12/2024).
Said mengusulkan sejumlah langkah mitigasi untuk membantu masyarakat menghadapi dampak kenaikan PPN. Pertama, perlu penambahan anggaran perlindungan sosial. Ia menekankan pentingnya memperluas penerima manfaat perlindungan sosial.
“Tidak hanya untuk rumah tangga miskin, tetapi juga kelompok rentan miskin. Program ini harus tepat waktu dan sasaran,” terangnya.
Kedua, subsidi energi. Menurutnya, pemerintah diharapkan mempertahankan subsidi BBM, gas LPG, dan listrik untuk rumah tangga, serta memastikan driver ojek online tetap mendapatkan akses BBM bersubsidi.
Ketiga, subsidi transportasi dan perumahan. Subsidi transportasi umum perlu diperluas untuk mendukung moda transportasi massal harian, sementara subsidi perumahan harus difokuskan pada kelas menengah bawah.
Keempat, bantuan pendidikan. Diperlukan penguatan bantuan pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi agar menjangkau lebih banyak masyarakat menengah bawah.
Kelima, operasi pasar rutin. Operasi pasar perlu digelar setidaknya dua bulan sekali untuk menjaga stabilitas inflasi dan memastikan harga pangan tetap terjangkau.
Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur itu juga mendorong pemerintah meningkatkan penggunaan barang dan jasa UMKM dalam pengadaan pemerintah. Ia menyarankan agar porsi belanja barang dan jasa untuk produk UMKM dan koperasi dinaikkan dari 40% menjadi 50%.
Selain itu, pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi bagi kelas menengah yang terdampak juga harus ditingkatkan. Program ini dapat diselaraskan dengan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR).
Said menjelaskan, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan ini bertujuan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Namun, Said memastikan PPN 12 persen hanya diberlakukan pada barang mewah untuk memastikan masyarakat kelas menengah ke bawah tidak terdampak.
Tujuannya agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara.
Dana tersebut akan dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program sosial yang meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi. (set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS