![](https://pdiperjuangan-jatim.com/wp-content/uploads/2024/06/Pemakaman-Soekarno-3899050502.jpg)
DI SEBUAH kamar Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RPSAD), perawat mulai melepas selang makanan dan alat bantu pernafasan Bung Karno. Saat itu, 21 Juni 1970 pagi, pukul tujuh lebih sedikit.
Anak-anak Bung Karno mengucap takbir. Mereka, Guntur Soekarno Putra, Megawati Soekarno Putri, Rachmawati Soekarno Putri, Sukmawati Soekarno Putri dan Guruh Soekarno Putra.
Megawati membisikkan kalimat syahadat ke telinga Bung Karno. Dan, Bung Karno mencoba mengikuti. “Allah,” kata Bung Karno lirih seiring nafas terakhirnya seperti dikutip dari buku “Soekarno Poenja Tjerita, Yang Unik dan Tak Terungkap dari Sejarah Soekarno”.
Bung Besar itu pun berpulang pada usia 69 tahun. Kesehatannya terus memburuk beberapa hari sebelumnya. Bung Hatta yang bezuk sepekan sebelumnya, prihatin dengan kondisi sahabatnya. Saat pertemuan, kedua proklamator kemerdekaan Republik Indonesia saling berurai air mata.
Berbagai sumber sejarah menyebutkan, kesehatan sang penyambung lidah rakyat itu terus menurun. Apalagi berstatus sebagai tahanan rumah, praktis Sang Putra Fajar tersekat dari sumber energinya, rakyat.
Baca juga: Bung Karno Renungkan Pancasila di Ende, Memidatokannya di Sidang BPUPKI
Bung Karno, Sang Penggali Pancasila itu ditahan di Istana Batutulis Bogor sejak Mei 1967. Kemudian dipindahkan ke Wisma Yaso Jakarta.
Akhir tragis seorang yang kerap menjalani pemenjaraan dan pengasingan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda karena upaya memerdekakan bangsa Indonesia, ditahan oleh saudara sebangsa.
Baca juga: Bung Karno Dibuang di Ende Gegara Tulisan Mencapai Indonesia Merdeka
“Saya menyaksikan bagaimana seorang Bapak Bangsa ditahan Orde Baru,” ungkap mantan ajudan Presiden Sukarno, Sidarto Danusubroto di kanal YouTube Mind TV Indonesia.
“Dia tahun 1968 sudah disebut kelainan ginjal di Wina, jadi butuh perawatan. Tapi saya jadi saksi hidup bahwa selama ditahan itu tidak ada perawatan memadai. Kondisi saya waktu itu seolah membiarkan Soekarno dying (sekarat),” imbuhnya.
Kondisi memilukan juga saat Bung Karno dirawat di RSPAD. Peter Kasenda dalam buku Hari-hari Terakhir Soekarno (2012) menyebut, Bung Karno ditempatkan dalam sepetak kamar dengan penjagaan berlapis di lorong rumah sakit.
Di-PKI-kan
Jenazah Bung Karno dikebumikan di Blitar, sesuai Keputusan Presiden Jenderal Suharto, Nomor 44 Tahun 1970.
Kepres juga mempertimbangkan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara Dari Presiden Sukarno.
Tap MPRS ini tak sekadar memungkasi kekuasan Presiden Sukarno dengan pengganti Jenderal Suharto. Lebih dari itu. Pada Pasal 3 dinyatakan bahwa Presiden Sukarno dilarang melakukan kegiatan politik.
Baca juga: Pohon Sukarno di Padang Arafah, Perisai Jemaah Haji dari Sengat Matahari
Juga, Tap MPRS dalam pertimbangannya menyatakan, kebijakan Presiden Sukarno menguntungkan dan melindungi tokoh-tokoh G30S/PKI.(hs)
Foto: hops.id
![](https://pdiperjuangan-jatim.com/wp-content/uploads/2024/05/channels4_banner.jpg)