Kamis
26 Juni 2025 | 12 : 19

Ganjar Pranowo, Surabaya dan Dapur Nasionalisme

pdip-jatim-210830-awi-sutar-grafis-jawapos

GANJAR Pranowo melewati massa berjubel, berdesak-desakan, yang menyambut di Jalan Raya Peneleh, jalan kampung menuju rumah kelahiran Bung Karno. Di Jalan Pandean Gang 4 Nomor 40, Kota Surabaya. Anak-anak muda santri berbaju putih berjajar. Berbaur dengan kader-kader Banteng dan warga masyarakat umum. Mereka ingin melihat dan bertemu Ganjar.

Waktu menunjukkan pukul 16.55 WIB. Sabtu 6 Mei 2023. Massa yang bergelora berebut untuk berfoto, bersalaman, dan berteriak-teriak. Histeris. Jalan kampung yang sempit itu menjadi bertambah sempit. Penuh sesak. Berjalan setapak demi setapak. Ganjar menyalami satu per satu massa yang berebut. Ia memanfaatkan betul the power of salaman.

Sampai di rumah Bung Karno, didampingi komunitas penggiat sejarah Begandring, Ganjar disambut warga dan tokoh masyarakat Pandean. Agus Santoso, tokoh Pandean, memberi kendil berisi air dari Sumur Jobong. Sumur berusia 600 tahun, sejak zaman kerajaan Majapahit. Prosesi penyerahan air itu didahului gending Jawa dan kisah tentang tumurune wahyu keprabon (turunnya wahyu keprabon).

“Agus Santoso adalah warga asli Pandean, yang teridentifikasi melalui tes DNA sebagai keturunan penduduk pertama Surabaya enam abad lalu,” ujar Kuncarsono Prasetyo, penggiat Begandring.

Meneguhkan Spirit Kebangsaan

Kuncar, Nanang Purwono, dengan komunitas Begandring berpakaian ala zaman pergerakan 1920-an. Era ketika pemimpin HOS Tjokroaminoto, pemimpin Sarikat Islam, menggembleng sejumlah anak muda, termasuk Soekarno, di rumah indekos Jalan Peneleh Gang 7. Letaknya tak jauh jaraknya dari rumah lahir Bung Karno di kampung Pandean

“Sebuah era ketika Surabaya disebut Soekarno sebagai kota yang tumbuh sebagai dapurnya nasionalisme Indonesia. Ketika itu Soekarno muda indekos di rumah Pak Tjokro karena bersekolah di Surabaya, dan berinteraksi aktif dengan tokoh-tokoh pergerakan dari berbagai aliran pemikiran ideologi,” kata Kuncar.

Siang itu, Begandring berusaha menghidupkan memorabilia alias mengenang era zaman ketika jabang bayi Koesno lahir 6 Juni 1901. Kedua orangtuanya bernama R. Soekeni Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Lahir di rumah kecil, ketika menjelang fajar matahari merekah. Ketika situasi rakyat di negerinya sedang terbelenggu penjajahan Belanda.

Soekeni adalah guru Sekolah Rakyat (SR) zaman Belanda, dan ibunya berasal dari Singaraja, Bali. Karena sakit-sakitan waktu kecil, Koesno kemudian berubah nama menjadi Soekarno. Soekarno juga dikenal dengan sebutan Sang Putra Fajar.

Pergantian nama itu mengingatkan sejarah Ganjar waktu kecil. Setelah dia lahir, kedua orangtuanya memberi nama Ganjar Sungkowo. Karena kerap sakit-sakitan, kedua orangtuanya kemudian mengganti Ganjar Pranowo, seperti yang dikenal publik sekarang.

Ganjar kemudian membasuh muka, membasahi kepala dan tangan dengan air di kendil dari Sumur Jobong.

“Air diambil dari Sumur Jobong pada Kamis malam, malam Jumat Legi, sebelum Mas Ganjar datang. Diambil dengan diiringi doa-doa dari warga masyarakat Pandean,” kata Djadi Galajapo, yang bertindak MC.

“Air dari Sumur Jobong, sumur tua peninggalan kerajaan Majapahit, sebagai simbol peneguhan spirit kebangsaan Indonesia yang menggelora pada diri Mas Ganjar Pranowo,” terang Djadi.

Setelah membasuh muka, Ganjar kemudian diajak masuk ke rumah kelahiran Bung Karno yang telah dipugar Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi.

Ganjar, Diam dan Merasakan

Kuncar kemudian menjelaskan riwayat rumah itu. Rumah yang sudah menjadi milik Pemkot Surabaya di era Wali Kota Tri Rismaharini. Ditandai penyerahan kunci rumah pada 17 Agustus 2019. Sebelumnya, rumah sudah berganti pemilik tiga kali.

Bung Karno lahir di rumah itu, karena ayahnya pindah tugas dari Singaraja, Bali. Soekeni mengajar di Sekolah Rakyat, SD Negeri Soeloeng, kini SD Negeri Alun-Alun Contong. Tak jauh dari rumah di Pandean. Kuncar menyebut, Soekeni mengajar di sekolah itu tahun 1898-1901.

“Bung Karno lahir di Surabaya. Masa remajanya berada di Surabaya. Sekolah di kota ini, indekos di rumah HOS Tjokroaminoto. Teman satu generasinya, termasuk Roeslan Abdulgani. Bung Karno bangga menjadi bagian dari arek Suroboyo, dengan kultur arek yang egaliter,” kata Kuncar pada Ganjar.

Di rumah kelahiran Bung Karno, Ganjar didampingi Puti Guntur Soekarno, cucu Bung Karno, putri Guntur Soekarno; serta Indah Kurnia. Keduanya anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, dari Dapil Surabaya-Sidoarjo. Ada juga Wali Kota Eri Cahyadi.

Ganjar lebih banyak diam. Dia banyak mengamati ruangan, foto-foto yang terpasang dan merasakan situasinya. Dalam kamar, yang diperkirakan tempat lahir Bung Karno, Ganjar memejamkan mata. Dia berdoa kepada Sang Maha Pencipta, dan merasakan spirit kebangsaan Indonesia dari rumah kelahiran Bung Karno.

Spirit di rumah Pandean itu terhubung kuat dengan Istana Batu Tulis, rumah Bung Karno, di Bogor. Tepat Hari Kartini, 21 April lalu, di Istana Batu Tulis, Ganjar Pranowo ditetapkan menjadi Calon Presiden RI 2024 oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati Soekarnoputri, yang dihadiri Presiden Jokowi.

Istana Batu Tulis menjadi tempat Sang Proklamator berkontemplasi ketika akan mengambil kebijakan-kebijakan besar yang berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara, serta masyarakat Indonesia. Ibu Megawati memberi kopiah baru berwarna hitam yang disematkan pada Ganjar. Mengenakan kopiah itu, seperti Bung Karno biasa memakainya.

Kunjungan Ganjar Pranowo ke Kota Pahlawan, khususnya ke rumah kelahiran Bung Karno adalah ziarah kebangsaan dan napak tilas sejarah. Mengalami bonding dengan pemikiran dan cita-cita Bung Karno, di kota yang di masa lalu disebut “dapurnya nasionalisme” Indonesia: Surabaya!

Cita-cita itu berasal dari amanat penderitaan rakyat, yang harus diwujudnyatakan dalam kebijakan pemerintahan. Dan kebijakan itu bisa dirasakan serta membuat bungah hati kalangan rakyat kecil, wong cilik, kaum marhaen.

Bonding itu tepatnya berada di Pandean dan kawasan Peneleh, yang memainkan peran penting dalam peradaban masa lalu, dalam pembentukan gagasan Indonesia pascakolonial Belanda. Indonesia yang merdeka dan berdaulat, mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Dan, di tempat Bung Karno dilahirkan, Ganjar dielu-elukan massa rakyat sebagai pemimpin masa depan Indonesia. Penerus api perjuangan si “Bung Besar”. (*)

BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

KRONIK

Jelang 1 Suro, Bupati Sugiri Ziarah ke Makam Para Leluhur Bumi Reog

PONOROGO – Menjelang Tahun Baru Islam 1 Muharram atau 1 Suro, banyak adat dan tradisi yang dilakukan masyarakat ...
LEGISLATIF

Jember Berupaya Jadi Kabupaten Layak Anak, Indi Naidha: Jangan Sekadar Kejar Target Administratif

JEMBER – Kabupaten Jember terus mengupayakan peningkatan predikat sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Setelah ...
LEGISLATIF

F-PDIP DPRD Kabupaten Malang Dorong Adanya Perda Perlindungan Kerja ASN dari Intervensi Politik

MALANG – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang mendorong adanya sebuah Perda perlindungan ASN dari intervensi ...
KABAR CABANG

DPC PDI Perjuangan Surabaya Konsolidasikan Satgas Partai

SURABAYA – DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya melanjutkan konsolidasi internal. Kali ini, giliran Satuan Tugas ...
SEMENTARA ITU...

Banyuwangi Resmi Luncurkan “Sunwangi”, Beras Biofortifikasi Bernutrisi Tinggi

BANYUWANGI – Setelah sekitar setahun melalui proses penelitian budidaya, Kabupaten Banyuwangi meluncurkan ekosistem ...
KABAR CABANG

‘Aku Melihat Indonesia’ Menggema di Pendopo Wedya Graha Ngawi

NGAWI – Suara lantang Florencya Karina Putri, siswi SDN Gendingan 5, menggema dari atas panggung Pendopo Wedya ...