BATU – Ketua DPP PDI Perjuangan, Dr. Ahmad Basarah, M.H., menegaskan bahwa sebagai kader PDI Perjuangan, wajib hukumnya untuk bisa menguasai, memahami, dan menyebarluaskan ajaran-ajaran Bung Karno di tengah masyarakat Indonesia.
Hal itu dia sampaikan saat menjadi pemateri Pendidikan Kader Madya yang digelar Badiklatda PDI Perjuangan Jawa Timur di Wisma Perjuangan, Oro-oro Ombo, Kota Batu, Jumat (10/12/2021).
Menurutnya, sebagai seorang individu yang secara sadar mendaftarkan dirinya dan membulatkan tekadnya untuk berjuang sebagai seorang Kader PDI Perjuangan yang telah membaiat diri sebagai seorang nasionalis-soekarnois. Hal tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama.
Karena itu, dirinya mengingatkan, penyebar luasan ajaran-ajaran Bung Karno dapat dimaknai sebagai upaya perjuangan bersama untuk membersihkan nama Bung Karno yang tercoreng akibat upaya-upaya de-Soekarnoisasi yang dilakukan oleh Orde Baru. Nama besar beliau yang tercoreng atas tuduhan-tuduhan dan fitnah yang menyebutkan Bung Karno adalah seorang atheis yang mendukung pemberontakan PKI.
“Kader-kader PDI Perjuangan dengan intelektualnya, dengan isi kepalanya, harus dapat menjelaskan kepada bangsa Indonesia, khususnya kepada umat Islam, bahwa segala tuduhan keji yang dialamatkan kepada Bung Karno, adalah sebuah kebohongan besar,” ujar Basarah.
“Tugas seorang kader Partai harus dapat meluruskan citra dan nama baik Bung Karno. Bukan hanya untuk kepentingan partai kita, tetapi untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia tercinta,” tambahnya.
Basarah menegaskan, bahwa fitnah keji terhadap Bung Karno ini adalah sebuah upaya pelencengan sejarah. Bahwa Bung Karno semasa dia mengenyam bangku pendidikan, menjadikan para alim ulama Islam sebagai sumber pembelajarannya.
Mulai dari H.O.S. Tjokroaminoto, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Wahid Hasyim, K.H. Abdul Wahab Abdullah, adalah contoh sosok para alim-ulama nangsa Indonesia yang berkontribusi besar dalam membentuk landasan berpikir Bung Karno.
“Nyatanya, Bung Karno bukan hanya seorang Islam yang menjalankan perintah ubudiyah keislamannya, menjalankan syariat dan rukun Islam semata. Tetapi dia adalah seorang santri intelektual yang memperjuangkan Islam dalam setiap tarikan nafasnya,” tegasnya.
Termasuk ke dalam merumuskan Pancasila sebagai ideologi negara, Bung Karno mempersatukan gagasan-gagasan dari golongan kebangsaan dan golongan Islam.
Bahwa Bangsa Indonesia yang hidup dalam bingkai negara Pancasila bukanlah negara satu agama, juga bukan negara sekuler. Akan tetapi Bangsa Indonesia hidup saling berdampingan, di mana setiap warga negara dapat memeluk agamanya masing-masing dan hidup berdampingan satu sama lain.
“Kita tidak membeda-bedakan suku agama dan kita berpijak pada bumi yang sama. Kita berdiri sama tinggi dan kita hidup sama rendah. Seperti itulah yang dikatakan Pancasila sebagai meja statis, tetapi juga Pancasila yang berfungsi sebagai leitstar dinamis. Yaitu bintang penuntun, kompas yang membawa ke mana arah berbangsa dan bernegara kita,” terang Wakil Ketua MPR RI tersebut.
Bung Karno, dalam pidato Pancasila 1 Juni 1945, lanjut Basarah, menjelaskan bahwa hendaknya negara Indonesia menjadi sebuah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan-nya masing-masing dengan leluasa.
Bahwa tafsir terhadap ideologi Pancasila, tidaklah bisa secara semena-mena diterjemahkan begitu saja, termasuk bagaimana Pancasila oleh sebagian golongan dimaknai sebagai produk thogut dan kafir.
Pandangan seperti ini, terjadi akibat penyimpangan atas sebuah fakta dan realitas sejarah. Bahwa Pancasila tidak hanya dirumuskan oleh golongan kebangsaan aja, namun golongan Islam juga turut aktif dan menyepakati dan merumuskan nilai-nilai Pancasila.
“Pancasila Bangsa Indonesia, menarik garis demarkasi yang sangat tegas, yang membedakan paham atheisme yang berlaku di negara komunis. Dengan ini, Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila, tidak sepaham dengan prinsip atheisme,” bebernya.
Sebab itu, dia meminta para peserta Pendidikan Kader Madya DPD PDI Perjuangan Jawa Timur tidak hanya menjadikan kegiatan ini sebagai agenda serimonial semata.
“Marilah kita jaga dan kita sebarkan, bahwa Pancasila adalah nafas dalam kehidupan berpartai, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita. Mari kita warisi api perjuangan para pendahulu bangsa kita, jangan kita warisi abunya,” tutup Basarah. (ace/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS