BATU – Sosok Bung Karno meninggalkan sebuah kesan yang amat mendalam bagi Prof. Dr Soetanto Soepiadhy SH, MH, dosen Universitas Tujuhbelas Agustus Surabaya. Selama perjalanan hidupnya, setidaknya tiga kali dia bertemu dengan sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia tersebut.
Bukanlah penampilan Bung Karno secara fisik yang menarik perhatiannya. Namun dari aspek bagaimana Bung Karno dalam mengolah buah pemikirannya menjadi sebuah narasi pidato yang mampu mengobarkan semangat juang rakyat Indonesia.
“Pidatonya memang meledak-ledak, tapi buah pikirannya dalam bahasa metodologinya sangat runtut. Ada sistematikanya, ada logikanya, ada empiriknya, dan ada analisisnya,” beber Soetanto Soepiadhy, saat menyampaikan materi Pendidikan Kader Pratama, di Wisma Perjuangan, Oro-oro Ombo, Kota Batu, Sabtu (13/11/2021).
Api, sebutnya, identik dengan kehancuran. Namun oleh Bung Karno, api ini digunakan sebagai sebuah pelecut semangat untuk semakin mengobarkan bara perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya merebut kemerdekaan.
Salah satunya melalui pledoi atau pidato pembelaan Bung Karno pada tahun 1930 pada persidangan di Landraad, Bandung atas tuduhan hendak menggulingkan pemerintahan Hindia Belanda.
Pidato pembelaan yang lebih dikenal dengan “Indonesia Menggugat” ini kemudian menjadi suatu dokumen politik menentang kolonialisme dan imperialisme.
“Cara untuk mencapai kemerdekaan, kita harus bersatu. Untuk mencapai kemerdekaan itu, kita harus membinasakan imperialisme dan kapitalisme,” ujarnya.
Termasuk bagaimana Bung Karno menggunakan asas perjuangan Maatchvoorming, pengumpulan tenaga-tenaga revolusioner.
“Sebuah gerakan politik yang membangun jalan untuk kekuasaan mewujudkan cita-cita politiknya,” imbuh Guru Besar Universitas 17 Agustus 1945 tersebut.
Soetanto juga mengatakan, Bung Karno sudah memprediksi, hilangnya pemerintahan asing dari Bumi Indonesia tidak serta merta menghilangkan imperialisme dan kolonialisme.
Hal ini terbukti dengan derasnya arus modal asing yang masuk ke Indonesia setelah lengsernya Bung Karno dari tampuk kepemimpinan kepresidenan, diinisiasi dengan masuknya investasi di Tembagapura yaitu PT Freeport.
Inilah awal pintu masuknya arus modal asing ke Indonesia. Dia menegaskan, baru di era kepemimpinan Presiden Jokowi inilah, negara berani mengambil tindakan tegas untuk menguasai mayoritas saham PT. Freeport. Bahkan berani mengambil langkah strategis berupa menghentikan ekspor bijih nikel mentah.
“Saya salut kepada presiden kita, Pak Jokowi yang berani mengatakan stop ekspor bijih nikel. Kita akan memproduksi baterai kita sendiri dan kita akan menjadi produsen mobil elektrik terbesar di dunia,” kata ahli Hukum Tata Negara tersebut.
Oleh sebab itu, sebagai generasi penerus api perjuangan Bung Karno, dia berpesan agar kader Banteng, khususnya para peserta Pendidikan Kader Pratama tidak berhenti membaca dan menggali pesan-pesan yang disampaikan dalam setiap karya dan pemikiran Bung Karno. (ace/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS