SURABAYA – Pada 10 tahun mendatang, tepatnya pada 2030-2040 Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun.
Beberapa waktu lalu, Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, mengatakan, pada saat itu, penduduk usia produktif diprediksi akan mencapai 205 juta dan 2 jutaan usia produktif di antaranya akan masuk ke pasar kerja setiap tahun.
Terkait hal tersebut, anggota Komisi III DPR RI, Bambang DH, mengatakan bahwa kendati disebut bonus, bila tidak dikelola dengan baik, maka yang terjadi justru akan menjadi beban negara.
Legislator asal PDI Perjuangan Dapil Jawa Timur I ini, menegaskan, jumlah usia produktif yang banyak itu harus diikuti dengan kualitas SDM yang mumpuni pula. Seperti apa yang telah dilakukan Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang yang telah berhasil dan terbukti memanfaatkan bonus demografi dengan maksimal.
“Karena jangan sampai ini justru menjadi beban. Bagaimana jumlah usia produktif yang banyak itu harus diikuti kualitas, sehingga ini benar-benar menjadi sebuah bonus,” ujar Wali Kota Surabaya periode 2002-2010 ini.
Ia mengungkapkan alasan mengapa jika hanya berpatokan pada jumlah usia produktif tanpa memerhatikan kualitas yang terjadi justru malah menjadi beban negara. Hal itu tidak terlepas dari amanat Undang-undang Dasar 1945.
“Karena negara harus menghidupi warganya, sebagaimana amanat UUD 1945, di mana tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, mulai dari pendidikan, kesehatan dan lainnya. Ya, tentu ini akan menjadi beban negara,” tandasnya.
Maka, lanjutnya, tantangan ke depan adalah bagaimana menyiapkan kualitas SDM agar bonus demografi bisa menjadi peluang untuk mengubah tingkat perekonomian Indonesia. Yang pertama perlu disiapkan adalah pendidikan SDM.
“Hal yang utama adalah pendidikan. Pandemi ini juga ada baiknya, yakni memaksa kita untuk familiar dengan teknologi,” katanya.
Dimulainya pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas juga menjadi angin segar di dunia pendidikan, namun ia kembali menegaskan agar tetap berhati-hati dan waspada akan penyebaran Covid-19, agar jangan sampai menjadi cluster baru.
“Tetap harus hati-hati, ikuti prokes, jangan remehkan. Karena nyatanya sampai saat ini Covid-19 masih ada,” ujarnya.
Selain itu, Bambang DH menambahkan, untuk bisa mencapai menjadi negara yang makmur, tak cukup hanya mengandalkan sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia saja, namun juga perlu adanya jaringan atau network, serta inisiatif atau prakarsa.
“Kita lihat Singapura yang luasnya hanya dua kali Kota Surabaya, tidak punya SDA, tapi kenapa makmur? Ternyata mereka punya SDM bagus, networking, dan inisiatifnya bagus. Maka kita juga harus bisa memaksimalkan itu semua untuk bisa menjadi negara yang makmur,” tandasnya. (dhani/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS