Gus Ipin mengajak para santri tetap teguh memegang prinsip dasar ilmu dan adab, terutama di tengah gempuran narasi yang menggugat otoritas ilmu pondok pesantren.
TRENGGALEK – Ketua DPC PDI Perjuangan Trenggalek, Mochamad Nur Arifin membeberkan peran strategis santri dan ulama dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Menurut Bupati Trenggalek tersebut, kontribusi besar tersebut tidak hanya muncul lewat perjuangan fisik, tapi juga melalui jalur diplomasi di masa pendudukan Jepang yang kemudian melahirkan kekuatan tempur rakyat seperti Barisan PETA dan Laskar Hizbullah.
Pria yang juga akrab disapa Gus Ipin ini menyatakan, peringatan Hari Santri 2025 harus menjadi momentum refleksi, terutama di tengah maraknya narasi yang mempertanyakan otoritas ilmu yang bersumber dari pondok pesantren.
Dia menjelaskan, salah satu peran historis ulama terlihat dalam organisasi Jawa Hokokai, yang didirikan oleh pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) untuk memobilisasi massa bagi keperluan armada tempur.
“Menariknya, di dalam organisasi Jawa Hokokai itu terdapat Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dan Ir. Sukarno sebagai penasihat utama,” ungkap Gus Ipin di sela-sela Peringatan Hari Santri yang digelar DPP PDI Perjuangan, Rabu (22/10/2025).
Menurutnya, diplomasi yang dilakukan oleh para tokoh tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya tenaga rakyat dalam barisan perjuangan kemerdekaan, yang berkembang menjadi kekuatan revolusioner sekitar tahun 1945.

“Terdapat barisan PETA dan Laskar Hizbullah yang di dalamnya dikomandoi kiai-santri dan berperan besar dalam revolusi kemerdekaan,” tegasnya.
Bupati muda yang gemar bermain sepak bola ini juga mengajak para santri untuk tetap teguh memegang prinsip dasar ilmu dan adab, terutama di tengah gempuran narasi yang menggugat otoritas ilmu pondok pesantren.
Dia menekankan bahwa hakikat seorang santri adalah menjadi “murid” yang menyadari diri sebagai al-fakir (merasa serba kekurangan) dan bercita-cita menjadi seorang “salik” (penempuh jalan spiritual).
“Tidak ada ilmu tanpa adab dan memuliakan sumber ilmu, termasuk di dalamnya para guru dan kiai kita,” tutur Gus Ipin.
Dalam kesempatan itu, dia mengutip teladan Sayyidina Ali dalam memuliakan guru. Sosok sahabat Nabi Muhammad SAW tersebut bahkan menempatkan seorang guru pada posisi yang sangat tinggi, meskipun hanya mengajarkan satu huruf.
“Seorang Sayyidina Ali saja mengaku hamba sahaya bagi siapa pun yang mengajarinya walau satu huruf,” tandasnya. (aris/pr)