MOJOKERTO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mojokerto menyatakan bahwa persoalan yang sempat mencuat di tubuh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Majatama telah selesai.
Komisi II DPRD menyimpulkan tidak ditemukan adanya pelanggaran, sehingga pembentukan panitia khusus (pansus) dianggap tidak diperlukan.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Mojokerto, Elia Joko Sambodo, menyusul serangkaian langkah investigasi yang dilakukan Komisi II, termasuk mendatangi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Timur dan menggelar rapat dengar pendapat dengan pihak BPR Majatama pada Rabu (28/5/2025) lalu.
Joko menjelaskan bahwa tidak ada alasan kuat untuk membentuk pansus, karena tidak ditemukan indikasi penyelewengan yang bersifat administratif maupun hukum.
“Pansus itu kan berbicara investigatif, apabila dalam perjalanan ditemukan indikasi kuat maladministrasi yang ujung-ujungnya adalah penyelewengan,” jelas Joko, Senin (9/5/2025).
Menurutnya, dugaan utama yang mencuat di tengah masyarakat adalah isu penggelapan dana sebesar Rp72 miliar. Namun, hasil penelusuran DPRD menunjukkan bahwa masalah tersebut bukan tindakan penyelewengan dari pihak BPR Majatama.
“Permasalahan mendasar kan dugaan penggelapan dana sebanyak Rp72 miliar, itu yang ditanyakan beberapa teman media dan LSM ke saya. Tapi kita teliti, kita tanyakan ke pihak BPR, administrasi ini perjalanannya seperti apa, apakah sesuai undang-undang atau tidak, ternyata itu kesalahan sistem dari OJK,” jelas Joko.
Senada dengan Joko, anggota Komisi II DPRD Kabupaten Mojokerto, Hery Suyatnoko, menegaskan bahwa pembentukan pansus hanya dilakukan jika terdapat bukti kuat adanya kesalahan pengelolaan di internal BPR Majatama.
“Ada beberapa kriteria kita membentuk pansus, ketika ada bukti-bukti kuat pengelola Majatama ya akan kita bentuk pansus itu,” ujarnya.
Hery menambahkan bahwa langkah-langkah investigatif yang telah dilakukan, termasuk klarifikasi langsung dari OJK, menjadi dasar kuat bagi DPRD untuk menutup kasus ini. Menurutnya, memaksakan pembentukan pansus tanpa alasan yang prinsipil justru akan menjadi blunder bagi institusi legislatif.
“Tetapi kita sudah melakukan investigasi bahkan sudah sampai OJK, bahkan OJK sudah melakukan klarifikasi, kalau kita tetap membentuk pansus itu blunder buat DPRD,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan untuk tidak membentuk pansus adalah hasil kesepakatan kolektif antar anggota dewan. Semua pihak, menurutnya, sepakat bahwa persoalan di BPR Majatama sudah selesai dan tidak perlu diperpanjang.
“Kemarin juga sudah ada kesepakatan, apakah kita membentuk pansus? Teman-teman dewan menyepakati tidak perlu pansus lagi, karena ini kondisinya sudah klir,” tambahnya.
DPRD Kabupaten Mojokerto juga menyatakan menghormati penuh keputusan OJK sebagai otoritas tertinggi dalam pengawasan sektor perbankan, termasuk terhadap BPR Majatama.
“Yang menjadi polisinya bank-bank di Indonesia itu kan OJK, dan OJK sudah memberikan klarifikasi seperti itu,” pungkas Hery. (fath/pr)