JEMBER – Ketua Komisi A DPRD Jember, Tabroni, menggelar rapat dengar pendapat (RDP) di Gedung DPRD Kabupaten Jember bersama petani yang memperjuangkan sertifikasi lahan garap di kawasan hutan, Senin (13/11/2023).
Para petani mempertanyakan kebijakan sertifikasi yang hanya diperuntukkan untuk rumah, fasilitas umum, dan fasilitas sosial di dua lokasi, yaitu Desa Pondokrejo dan Desa Sidodadi Kecamatan Tempurejo, Jember.
“Dalam aturan, tanah yang diberikan kepada warga adalah pemukiman, fasilitas umum, dan fasilitas sosial. Sementara itu ada lahan garapan di belakang rumah warga yang tidak masuk dalam program tersebut. Ini yang jadi pertanyaan,” ujar Tabroni.
Tabroni menjelaskan, Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memang tidak menyebutkan lahan garapan tersebut.
“Itu akan dimintakan dalam bentuk perhutanan sosial. Jadi, lahan garapan itu boleh dikelola warga dalam bentuk perhutanan sosial,” terangnya.
Kebijakan Menteri LHK ini menuai protes warga karena dianggap tidak sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Reforma Agraria.
“Mereka merasa sudah mendiami lokasi itu selama puluhan tahun. Seharusnya negara memberikan kepada mereka, menurut reforma agraria. Tapi di Peraturan Menteri LHK tidak ada secara eksplisit,” tuturnya.
“Kita harus ke pusat untuk mendapatkan penjelasan lebih detail, kenapa antara peraturan presiden dan peraturan menteri tidak linier,” imbuhnya.
Wakabid Ideologi dan Kaderisasi DPC PDI Perjuangan Jember itu juga mengatakan, saat ini ada 1.200 hektare tanah kawasan hutan di Jember yang dimintakan sertifikasi dan kawasan Kecamatan Tempurejo menjadi yang terbanyak.
“Kami akan mengawal dan saat ini sedang proses. Patok-patoknya sudah dipasang. Proses berjalan sampai nanti disertifikasi BPN,” tandasnya. (alfian/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS