PONOROGO – Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, mendampingi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, meninjau warga miskin dan penyandang disabilitas di Desa Krebet dan Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, Senin (4/4/2022).
Bupati Sugiri menyebut, kemiskinan di Ponorogo mengalami peningkatan sebanyak 0,31 persen dari 9,95 persen menjadi 10,26 persen. Meskipun begitu, geliat pertumbuhan ekonomi naik hingga 3,19 persen.
“Tapi dibanding dengan pertumbuhan ekonomi yang naik 3,19 persen. Artinya, masih dalam batas baik,” ujarnya saat memberikan keterangan kepada awak media.
Menurutnya, salah satu langkah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan ekonomi, adalah melakukan pengawasan hingga menginisiasi program ke desa-desa.
“Ini yang perlu kami konkretkan bagaimana by name by address, yang penting ada treatment khusus,” lanjut Kang Giri, sapaan akrab Bupati Sugiri.
Hal itu termasuk dalam penyerapan program Rp 10 juta per RT per tahun yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemiskinan di tingkat RT, sehingga bisa terkonsolidasi.
“Kami tahu data update tiap hari yang diurus RT. Dana per RT salah satunya digunakan untuk membuat DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan berbasis musyawarah,” tandas politisi PDI Perjuangan itu.
Di kesempatan yang sama, Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan, persentase angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Ponorogo saat ini sudah menurun hingga 3,74 persen.
Menurut data yang dihimpun Kemenko PMK, dari total 955 lebih ribu penduduk di Kabupaten Ponorogo, 90 ribu di antaranya merupakan penduduk miskin dan 86 ribu lainnya adalah penduduk miskin ekstrem.
“Miskin ekstrem ini karena kondisi pendapatan warga yang sangat rendah dan tidak memiliki sumber penghasilan tetap, serta kondisi rumah yang belum layak huni. Apalagi jika di dalam satu keluarga ada yang lansia dan difabel,” ujar Menko PMK.
Angka kemiskinan Ponorogo se-Indonesia turun menjadi 9 persen. Walaupun begitu, untuk saat ini Kabupaten Ponorogo tidak termasuk daerah miskin ekstrem.
“Ponorogo bagus, tidak termasuk miskin ekstrem. Hanya angka stunting tinggi sekitar 20 persen. Sehingga harus ada kerja keras di Ponorogo ini, agar 2024 minimum turun ke 14 persen,” tutur Muhadjir.
Selain itu, tradisi pernikahan sedarah yang kerap terjadi di Kabupaten Ponorogo harus dituntaskan hingga akarnya. Pernikahan sedarah inilah yang menyebabkan Desa Krebet dan Desa Sidoharjo disebut sebagai ‘kampung idiot’ sehingga tak jarang melahirkan keturunan yang difabel dan stunting.
“Banyak yang melahirkan difabel, terutama stunting, akibat perkawinan inses sedarah, karena di sini bertetangga saja kawinnya dan kebetulan pasangannya membawa gen yang tidak baik,” lanjut Muhadjir.
“Walaupun saat ini banyak warga yang sudah diurai dan meluas ke luar Ponorogo untuk menghindari pernikahan sedarah, tapi mereka masih punya keturunan dan bisa jadi juga masih akan mewarisi tradisi negatif stunting dan menambah kemiskinan ekstrem,” pungkasnya. (jrs/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS