SURABAYA – Taruna Merah Putih (TMP) Kota Surabaya menggelar diskusi untuk menyambut HUT Ke-50 PDI Perjuangan 10 Januari 2023, di Rumah Juang TMP Kota Surabaya, Jalan Raya Raya Darmo, Kamis (5/1/2023) malam.
Diskusi bertajuk “PDI Perjuangan di Mata Gen Z & Milenial” tersebut diikuti puluhan kalangan mahasiswa, kaum pelajar, kalangan pemuda.
Moderator diskusi, Setiawan, mengatakan, acara ini ingin memotret persepsi atau pandangan di kalangan anak-anak muda kaum milenial terhadap PDI Perjuangan.
Diskusi berlangsung gayeng dan santai, penuh keakraban, dengan lesehan tikar. Diskusi ini mengundang tokoh-tokoh di Kota Pahlawan, yakni Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya, Adi Sutarwijono, dan Ketua Umum HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Kota Surabaya, Denny Yan.
Diundang juga Ketua Karang Taruna Surabaya Fuad Benardi, tokoh anak muda Surabaya Sereza Buana dan advokat muda Zaetun Taher.
Mereka pun menceritakan pandangannya tentang PDI Perjuangan yang kental sebagai partai-nya wong cilik atau rakyat kecil.
Seperti yang diungkapkan Ketua Umum HIPMI Surabaya, Denny Yan. “Waktu itu saya beli kebab di kawasan Peneleh. Rombongnya saya lihat banyak ditempeli stiker logo PDIP. Terus saya berkata, wah banyak sekali stikernya PDIP, Pak,” kisahnya.
Pedagang kebab itu menyahut, kalau dirinya itu pemilih loyal PDI Perjuangan. “Juga banyak orang di sini yang juga PDIP,” kata pedagang itu, sebagaimana dikisahkan Denny.
Dari situ, Denny punya kesan PDIP punya pendukung sangat militan. “Saya melihat kader-kadernya sangat militan. Salah satu partai terbesar di Indonesia dan berproses cukup lama. Jadi bisa dikatakan partai yang paling dewasa saat ini,” kesan Denny.
Bahkan, selain kadernya punya karakter militan, Denny pun mengaku heran kok partai berlambang banteng moncong putih itu juga mendapatkan kader yang bagus dan mumpuni.
“Seperti Pak Jokowi (Presiden RI), Pak Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng), Bu Risma (mantan wali kota Surabaya, kini Menteri Sosial) dan Wali Kota Surabaya Pak Eri Cahyadi. PDIP ini kok tahu saja dan dapat kader bagus-bagus,” ujar Denny merasa heran.
Sementara, Sereza Buana menyebut bahwa politik itu adalah cara menuju kebaikan. Dan, dari keluarga juga mendapat warisan sebagai pemilih partai banteng. “Keluarga saya tidak ada yang ikut politik, tetapi pasti memilih banteng di bilik suara,” beber Sereza.
“Saya melihat partai ini sangat konsen pada rakyat kecil. Apapun kebutuhan dari masyarakatlah yang didahulukan. Itu yang saya lihat,” ungkapnya.
Berbeda pengalaman Zaetun Taher. Sebab, sejak menjadi aktivis mahasiswa dulu, ia tidak membenci politik. Bahkan teman kuliahnya juga banyak mengatakan hal sama.
“Ternyata yang keliru adalah point of view-nya. Salah menangkap sudut pandangnya. Jadi, bukan tentang politiknya,” kata Zaetun.
“Juga kesalahan pada instrumennya. Tidak tepat memilih influencer, dalam menggaet anak-anak muda. Karena anak-anak muda sekarang gemar dengan medsos,” tambah dia.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu termasuk mendapatkan “warisan ideologis” dari keluarganya sebagai pemilih PDIP. “Dan, yang diurus PDIP itu negara serta rakyat terutama kalangan wong cilik. Itu yang saya lihat dari partai ini,” terangnya.
Dia menyarankan, anak-anak muda untuk melek politik. Apalagi menghadapi Pemilu 2024. “Politik itu tidak seram, dan tidak seperti yang dibayangkan. Dan di tahun 2024, ketika memasuki Pemilu, anak muda harus terlibat. Jangan hanya di sosmed saja,” imbaunya.
Ketua Karang Taruna Surabaya, Fuad Benardi, yang juga putra sulung Mensos Risma, mengatakan dirinya masuk barisan PDIP karena kemauan sendiri.
Sekalipun ibunya kala itu menjabat Wali Kota Surabaya dari PDIP, dan sampai sekarang menjabat Ketua Bidang Kebudayaan DPP PDI Perjuangan.
“Saya masuk PDIP karena kemauan sendiri. Saya masuk menjadi kader PDIP sejak 2015,” ungkap Fuad.
Dia bergabung PDIP karena mengaku tertarik pada pemikiran Bung Karno. Menurut dia, gagasan-gagasan Bapak Bangsa itu masih relevan sampai sekarang.
“Pemikiran Bung Karno itu memang visioner, dimana beliau itu memikirkan sesuatu hal yang sampai sekarang ini masih ada,” sebutnya.
Sementara, Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya Adi Sutarwijono memaparkan bahwa kader Banteng itu harus berada di tengah-tengah rakyat, dan bekerja untuk kepentingan masyarakat. Menurutnya, kader PDIP harus pribadi yang terbuka dan mudah diakses warga masyarakat.
“Sehingga warga masyarakat merasa diayomi, didampingi dan dibela, diperjuangkan kepentingan-kepentingannya. Terlebih ketika berada dalam kesulitan,” kata Adi
Politisi yang juga Ketua DPRD Kota Surabaya ini menjelaskan soal kader PDIP yang militan. “Jangan sampai perjuangan untuk wong cilik itu dikhianati. Jadi harus bisa mengayomi banyak orang,” jelasnya.
Sedang Ketua Taruna Merah Putih Surabaya, Aryo Seno Bagaskoro menegaskan bahwa politik itu memberikan hal yang konkret.
“Saya memerlukan alat juang untuk memperbaiki yang ada di sekitar saya. Dan, PDI Perjuangan menyediakan banyak hal untuk itu. Maka, saya memutuskan bergabung dengan partai ini,” kata mahasiwa FISIP Universitas Airlangga itu. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS