NGAWI – Ketahanan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menghadapi berbagai krisis dan kontraksi ekonomi tak perlu diragukan lagi. Dibutuhkan regulasi untuk menata iklim usaha, penguatan modal, legalitas produk hingga akses pemasaran agar usaha kerakyatan tersebut berjaya.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Ngawi dari Fraksi PDI Perjuangan, Yuwono Kartiko (King) menyebut geliat ekonomi kerakyatan UMKM menjadi komponen penting perekonomian negara.
Hal itu diungkapkan Pak King sapaan akrabnya, saat menjadi narasumber dialog di salah satu radio swasta di Kabupaten Ngawi beberapa waktu yang lalu, yang dikutip pada Selasa (28/2/2023).
Pak King menyampaikan, usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebagai sebuah instrumen pembangunan ekonomi di Indonesia. Keberadaan para pelaku ekonomi kerakyatan itu, khususnya di negara kesejahteraan (welfare state), menjadi komponen yang cukup penting. Merujuk pada data Bank Dunia, kata Pak King, bahwa di Indonesia mayoritas pelaku ekonomi berasal dari kalangan UMKM.
“Data Bank Dunia, di Indonesia 96,4 persen pelaku usaha ada di UMKM,” kata Pak King.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Ngawi itu melanjutkan, geliat UMKM termasuk resisten terhadap gonjang-ganjing perekonomian. Terbukti saat krisis ekonomi tahun 1998 hingga menjadi krisis moneter, ekonomi kerakyatan mampu bertahan. Atas hal itu, Pak King menyatakan, geliat ekonomi pada UMKM memiliki kelebihan yang tidak dimiliki ranah usaha lainnya.
Setidaknya ada 3 hal yang menjadi kelebihan UMKM menurut Pak King. Diantaranya, UMKM fleksibel beradaptasi regulasi dan pasar, serapan tenaga kerja, dan usaha yang sudah terdiversifikasi (pengalokasian dana untuk mengurangi risiko).
“Itu kelebihan UMKM. Di masa Covid-19 yang belum berakhir ini, UMKM menjadi alat eskalasi kebangkitan ekonomi,” ujar Pak King.

Foto Atas: Pengurus Cabang Bamusi Ngawi dan Ketua DPC PDI Perjuangan Ngawi, sekaligus Bupati dan Wakil Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono dan Dwi Rianto Jatmiko melihat proses peracikan kopi di salah satu stan pada acara Festival Kopi Tanah Air di Alun-alun Merdeka Ngawi, 26 Mei 2022. (dok)
Lebih lanjut, kendati UMKM terbukti ampuh mampu bertahan ditengah gempuran krisis ekonomi, menurut Pak King, ada juga hal yang saling berlainan. Pak King memisalkan, jangkauan produk UMKM lebih terbatas, sebab pengaruh modal usaha yang tidak besar. Kemudian, sektor UMKM informal, seperti pedagang kaki lima, yang sering diasosiasikan pelanggar regulasi.
“UMKM karena akses modal yang kecil, skala ekonomi terbatas, maka jangkauan kurang dirasakan secara global. Kemudian secara regulatif, sektor informal dianggap mengganggu, dianggap masalah di kehidupan sosial kita, misalnya PKL,” ujar Pak King.
Pak King memaparkan, agar tidak ada ketimpangan, maka pemerintah perlu turun tangan. Jika ditarik kasus di Kabupaten Ngawi, menurut Pak King, harus ada pemberdayaan untuk UMKM. Kemudian juga diperlukan regulasi yang mengatur tentang UMKM.
“Peran Pemkab dalam pemberdayaan UMKM, sebenarnya hanya membangun suatu keberdayaan UMKM itu sendiri. Pemkab hanya memfasilitasi,” ujarnya.
Ada tiga hal, menurut Pak King yang mesti dilakukan pemkab dalam pemberdayaan UMKM. Diantaranya, fasilitasi terhadap modal usaha, ketersediaan sumber daya manusia, dan terlibat dalam pengembangan pasar bagi UMKM, serta fasilitasi terhadap legalitas produk (HAKI).
“Artinya, dalam pemberdayaan UMKM ini, output dari pemkab adalah regulasi. Salah satunya menata iklim usaha, bagaimana agar UMKM bisa mandiri, di fasilitasi modal, dibantu akses marketnya,” papar Yuwono Kartiko (King), Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Ngawi.
Sebagai informasi, di Kabupaten Ngawi terdapat puluhan ribu pelaku UMKM. Merujuk data Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Ngawi, tercatat ada 84.729 pelaku UMKM yang tersebar di seantero Kabupaten Ngawi. (amd/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS