JOMBANG – Wakil Ketua DPRD Jombang, Donny Anggun, mengunjungi rumah remaja perempuan bernama Alfita Surya Dewi (15 tahun) di Desa Kepatihan, Kecamatan Jombang, Minggu (1/6/2025).
Siswi kelas 9 SMP Negeri 1 Jombang itu menjadi perhatian publik karena kisah harunya merawat nenek yang lumpuh seorang diri.
Bersama Kepala Desa Kepatihan, Erwin Pribadi, Donny memastikan bahwa Alfita dan neneknya, Saripah (80), mendapat hak dasar berupa layanan kesehatan dan pendidikan.
Dalam kunjungan itu, Donny menegaskan bahwa negara tidak boleh abai terhadap anak-anak tangguh yang hidup sebatang kara seperti Alfita.
“Kami ingin memastikan bahwa Alfita dan neneknya tidak luput dari perhatian. Ini bukan soal bantuan semata, tapi soal keadilan sosial,” ujar Donny.
Kunjungan ini juga mengungkap fakta bahwa Kartu Indonesia Sehat (KIS) milik nenek Saripah masih berstatus mandiri, bukan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI). Artinya, selama ini KIS yang digunakan masih harus membayar iuran bulanan sendiri.
Padahal dengan getirnya kehidupan yang Alfita jalani, menurut Donny, ia seharusnya pantas mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat dan pemerintah untuk memastikan keberlangsungan hidup dan pendidikan gadis tersebut.
Seperti bantuan beasiswa dari Program Indonesia Pintar (PIP) yang selama ini diterimanya. “Nenek Saripah butuh jaminan kesehatan, dan Alfita berhak melanjutkan sekolahnya,” tegas politisi PDI Perjuangan tersebut.
DPRD Jombang bersama perangkat desa setempat lantas segera melakukan koordinasi untuk mengubah status KIS mandiri nenek Saripah agar dirinya bisa mendapatkan layanan kesehatan secara gratis.
Kepala Desa Kepatihan, Erwin Pribadi, mengaku selama ini dirinya dan warga sekitar telah bahu-membahu untuk menyokong kebutuhan sehari-hari Alfita dan neneknya sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama.
“Saya sering bantu sembako dan perlengkapan sekolah Alfita. Tetangga-tetangga juga kami ajak untuk ikut menjaga dan memperhatikan,” katanya.
Di balik kisah hidup Alfita yang menyentuh banyak hati, diketahui terdapat kisah pilu yang seharusnya tidak dialami gadis sebayanya.
Sejak usia 10 tahun, ia telah memikul tanggung jawab besar, dimana ibunya meninggal saat melahirkan Alfita dan saudara kembarnya. Sementara itu, ayahnya menikah lagi dan saudara kembarnya tinggal terpisah di luar kota.
Sejak kelas 5 SD, Alfita diketahui hanya tinggal berdua dengan neneknya yang kini tak lagi bisa berjalan.
“Sejak kecil saya tinggal sama nenek. Nenek yang rawat saya. Sekarang gantian saya yang rawat nenek,” ujar Alfita lirih.
Di rumah mungil di gang sempit RT 1 RW 9 Desa Kepatihan, yang tak bisa dilalui mobil, Alfita menjalani hidup dengan sederhana.
Tidak ada meja atau kursi di ruang tamu, hanya tikar dan kursi roda yang menemani aktivitas harian. Rumah itu bersih, meski jauh dari layak.
Saat menerima kunjungan dari DPRD dan perangkat desa, Alfita menyambut sendiri tamunya. Nenek Saripah tak bisa keluar kamar karena kondisi fisiknya yang makin melemah.
“Biasanya saya bisa ke mana-mana pakai kursi roda, tapi sekarang kaki sakit sekali,” ujar Saripah dengan suara lemah dari dalam kamar.
Meski hidup dalam keterbatasan, Alfita tak pernah mengeluh. Ia tetap semangat belajar dan bercita-cita bisa melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 2 Jombang. Tekad dan ketulusannya menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Kisah Alfita bukan sekadar tentang kemiskinan. Ia adalah potret keberanian dan kasih sayang di usia muda.
Di tengah kerasnya hidup, ia memilih bertahan dan merawat satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Perhatian dan bantuan yang disalurkan kini menjadi cahaya kecil yang semoga bisa menerangi jalan Alfita menuju masa depan yang lebih baik. (fath/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS