Senin
18 November 2024 | 4 : 52

Tonil-tonil Perlawanan Bung Karno

Screenshot_20240603_054428_Gallery_copy_885x601_copy_544x355
Sukarno dan keluarga di rumah pengasingan, Ende, Flores. (kemdikbud)

DOKTER Marzuki memiliki kemampuan menghidupkan orang yang telah mati dengan cara memindahkan jantung orang yang masih hidup.

Kemampuan sang dokter mendapat protes dari ayahnya. Sang ayah berpendapat, menghidupkan orang yang telah mati sama halnya melawan takdir Tuhan. Bahkan menyekutukan sang Pencipta.

“Ayah! Hak Allah adalah hak Allah. Saya sama sekali tidak merampasnya. Tetapi sebagai seorang dokter, Aku hanya ingin memperluas ilmuku seluas luasnya,” kata dokter Marzuki berkeras dengan kemampuannya itu.

Dialog dokter Marzuki dan ayahnya tersebut salah satu adegan dalam tonil (drama) berjudul Dr. Sjaitan (Dokter Setan) yang ditulis dan disutradari oleh Bung Karno saat menjalani pengasingan di Ende, Flores pada 1934 sampai 1938.

Naskah sandiwara semacam ludruk tersebut ditulis Bung Karno terinspirasi dari kisah Dr Frankeinstein atau Dokter Stein dalam novel Mary Shelley, yang diperankan oleh Boris Karloff.

Tonil Dr Setan menyiratkan pesan, cita-cita kemerdekaan Indonesia masih bisa dibangkitkan. Hal ini seperti pengakuan Sukarno seperti ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

“Bahwa tubuh Indonesia yang sudah tidak bernyawa dapat bangkit dan hidup kembali,” kata Sukarno.

Taoen 1945, Tonil yang Jadi Kenyataan

Taoen 1945, judul naskah tonil lainnya yang ditulis Sukarno. Meski di sejumlah literatur sejarah, ada pula yang menyebut judul tersebut adalah Indonesia 1945.

Terlepas perbedaan penyebutan judul, naskah bergenre fiksi ilmiah dibuat era 1930-an oleh Bung Karno itu betul-betul menjadi kenyataan beberapa tahun kemudian. Dimana Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dan, proklamasi kemerdekaan juga dibacakan oleh Sukarno.

Drama Taoen (tahun) 1945 atau Indonesia 1945, menceritakan tentang kebangkitan bangsa-bangsa Asia dan pemberontakan terhadap kolonial.  Naskah tersebut, konon, pesanan dari Tuan Nathan, orang
Filipina yang memimpin
sandiwara keliling.

Naskah lainnya lagi, berjudul Rahasia Kelimutu. Naskah ini menggambarkan sifat nasionalisme sang proklamator. Dalam naskah tersebut ada sebuah teks yang hingga saat ini masih digunakan, yang berbunyi “Dimana tanah dipijak, disitulah langit dijunjung”.

Teks tersebut merupakan sebuah pesan seorang ayah kepada anaknya yang bernama Sjarifuddin. Pesan ini memiliki makna dimana seseorang berada, diwajibkan untuk menjunjung tinggi tradisi yang berlangsung di daerah tersebut.

Hasil penelitian Banda (2023) dalam Jurnal Diskursus Keindonesiaan dalam Tonil “Rahasia Kelimutu” Karya Bung Karno: Alih Wahana dari Mitos Danau Kelimutu, diketahui bahwa naskah itu memiliki tiga alur.

Terdiri dari exposittion (pembukaan), complication (Penanjakan) dan diakhiri conclusion. Alur Rahasia Kalimutu dibagi menjadi beberapa babak seperti; babak I dan II merupakan Exposittion; babak III, IV, dan V merupakan complication; dan di akhir conclusion pada babak VI dan VII.

Belasan Karya Bung Karno
Empat tahun menjalani pengasingan di Ende, Flores, Bung Karno terbilang produktif menghasilkan naskah bahkan mementaskan drama tonil.

Cindy Adams menuliskan, ada 12 naskah sandiwara dihasilkan Sukarno selama di Ende.

Yakni Dr. Setan, Tahun 1945, Rahasia Kelimutu, Siang Hari Rumba, Negara Ende, dan Pengaruh Tanah Air. Berikutnya, Anak Haram Jadah, Julagubi, Aero Dinamit,  Maha Iblis, Khutkubi, dan Rendi Rate Rua.

Adapun 12 naskah dipentaskan oleh toneel club Kelimutu. Kelompok tonil terdiri dari empat puluhan orang. Sukarno sebagai pendiri, sutradara sekaligus penulis naskah.

Tonil menjadi salah satu cara Sukarno untuk membangkitkan semangat kemerdekaan. Ia dibuang pemerintah kolonial Hindia – Belanda gegara tulisan berjudul Mencapai Indonesia Merdeka yang ia buat di Bandung pada tahun 1933.

Tulisan tersebut dicetak dalam ribuan brosur dan disebarluaskan di berbagai kota di Jawa. Pemerintah kolonial melakukan penangkapan dan operasi besar-besaran untuk memberangus brosur-brosur itu. (LLA/hs)

Artikel ditulis oleh Laras Lathi Ariasta dalam program magang kesastraan di Unit Media DPD PDI Perjuangan Jawa Timur.

BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

KABAR CABANG

Teguh Haryono Hadiri Pelatihan Saksi di Kecamatan Kapas, Kasiman dan Tambakrejo

BOJONEGORO – Calon Bupati Teguh Haryono hadir dalam acara pelatihan saksi yang diselenggarakan Badan Saksi Pemilu ...
KABAR CABANG

Turun Gunung, Ganjar Kuatkan Barisan Kader Banteng di Pilbup Malang 2024

MALANG – Politisi senior PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo turun gunung ke daerah memberi semangat bagi para kader ...
KABAR CABANG

Pelatihan Saksi dan Guraklih Tuntas, Sodik Tegaskan Bagian Penting Proses Kemenangan

TULUNGAGUNG – Konsolidasi internal DPC PDI Perjuangan Kabupaten Tulungagung dalam rangka pelatihan saksi dan ...
KRONIK

Blusukan ke Pasar Wlingi, Rijanto-Beky Komitmen Bakal Tingkatkan Infrastruktur Pasar

BLITAR – Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Blitar, Rijanto dan Beky Herdihansah blusukan ke pasar tradisional ...
KRONIK

Siap Menangkan Ipuk-Mujiono, Warga Muncar Dukung Program Baik untuk Kemajuan Dilanjutkan

BANYUWANGI – Dukungan untuk Pasangan Calon (Palson) Bupati dan Wakil Bupati Banyuwangi nomor urut 01, Ipuk ...
HEADLINE

Bangkitkan Kembali Ekonomi Warga Eks-Lokalisasi Dolly, Risma Siapkan Program Ini

SURABAYA – Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut 3 Tri Rismaharini berencana lebih menghidupkan kembali perekonomian ...