Oleh Eri Irawan*
APA yang bisa kita harapkan dari sebuah api yang menyala? Syahdan, adalah api yang mengawali tumbuhnya peradaban di muka bumi dan menyibak gelap. Api adalah anugerah dan kekuatan yang membuat Prometheus rela dihukum dalam siksa keabadian: hatinya dicabik seekor rajawali. Zeus, dewa tertinggi dalam mitologi Yunani, menugaskannya membawa api abadi. Namun Promotheus memilih membagikan api itu kepada umat manusia dan mengajarkan cara nenempa logam, dan dari sana kita tahu teknologi berkembang.
Ribuan tahun kemudian, di masa modern, Olimpiade dan semua selebrasi pesta olahraga mengenang Promotheus dengan obor dan nyala api.
Dari sana kita tahu, nyala api adalah simbol keberanian dan tekad. Passion dan zeitgeist kehidupan. Maka saat PDI Perjuangan memutuskan mengambil api dari Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah untuk dibawa ke arena Rapat Kerja Nasional V di Jakarta, pesan yang disampaikan terang-benderang: tekad belum padam, perjuangan belum selesai.
Api perjuangan itu akan dibawa sepanjang 526 kilometer melewati 20 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, dan akan sampai di Jakarta pada 23 Mei 2024. Api senantiasa digunakan sebagai simbol dan identifikasi nasionalisme oleh Sukarno. Dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi”, dia membedakan “api” dan “abu” untuk menjelaskan revolusi nasional. Kita kemudian mengingat adagium “warisi apinya, jangan abunya”.
“Hanya orang-orang yang mewarisi abu daripada Proklamasi, dan tidak mewarisi apinya, tidak mengerti perkataan saya ini. Tetapi orang-orang yang mewarisi Api Proklamasi, orang-orang revolusioner-sejati kataku tadi, mengerti akan hal ini,” tulisnya.
“Api tidak berhenti, api terus hidup, api revolusi adalah laksana ndaru yang terus bergerak. ‘A Revolution has no end’, satu revolusi tak pernah berhenti.”
Dari api abadi di Mrapen pula, Sukarno memulai spirit perlawanan terhadap imperalisme Barat dengan menggelar pesta olahraga Games of the New Emerging Forces (Ganefo) yang diikuti negara-negara berkembang pada 1963.
Maka api yang dibawa dari Mrapen sejatinya bukan hanya soal seremoni dan gengsi. Lebih dari itu, ini menjadi pengingat bagi mereka yang percaya bahwa kekuatan politik yang menyatu dengan rakyat bagai baja yang harus ditempa dengan api ideologi.
Dalam situasi seperti saat ini, api dari Mrapen membawa pesan ke khalayak ramai bahwa komitmen ideologis PDI Perjuangan tak akan pernah padam dan tak akan pernah mudah dipadamkan oleh siapapun yang tak menyukai perjuangan merawat negeri ini. (*)
*Kader PDI Perjuangan Surabaya
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS