SURABAYA – Desa wisata menjadi destinasi primadona pascapandemi. Bahkan, diperkirakan sebanyak 44 persen wisatawan memilih berwisata ke desa wisata pascapandemi Covid-19.
Seperti disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, desa wisata menjadi unggulan dalam pencapaian target terciptanya 4,4 juta lapangan kerja di tahun 2024. Juga menopang target 8,5 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan 1,4 miliar pergerakan wisatawan nusantara.
Terkait hal tersebut, anggota Komisi X DPR RI, Puti Guntur Soekarno mengakui akan pentingnya tata kelola dan jejaring destinasi desa wisata yang baik.
“Karena saat ini banyak sekali progres dari desa wisata, tapi ada juga yang jalan di tempat karena tidak bisa berkembang dan tidak bisa mengangkat perekonomian serta kesejahteraan warga setempat,” ujar Puti dalam Forum Peningkatan Kualitas Tata Kelola dan Jejaring Destinasi Desa Wisata Kabupaten Sidoarjo yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Deputi Bidang Pengembangan Kualitas Tata Kelola dan Jejaring Destinasi Desa Wisata Kabupaten Sidoarjo, di Luminor Hotel Sidoarjo, Selasa (25/7/2023).
Cucu Bung Karno itu optimis, desa wisata, khususnya yang ada di Sidoarjo, dapat terus berkembang dan maju. Terlebih, Sidoarjo memiliki potensi wisata yang luar biasa, mulai dari wisata edukasi, agrowisata, wisata alam, wisata budaya, hingga wisata kuliner.
“Desa wisata ini harus dilihat secara komprehensif, sebuah entitas besar yang hidup, di mana di dalamnya terdapat tradisi, adat, manusia dan interaksinya, termasuk dengan alam yang harus terus dirawat. Kearifan lokal harus jadi poin penting dalam pembangunan desa wisata,” tuturnya.
Puti menambahkan, dalam mengembangkan tata kelola dan jejaring destinasi desa wisata harus memanfaaatkan teknologi digital yang berfungsi untuk memperluas promosi.
“Kita juga harus adaptif, kreatif, berdaya saing tinggi untuk pengembangan desa wisata agar berkembang dengan baik,” terang politisi PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, Koordinator Pengembangan Destinasi Kemenparekraf Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, Wisnu Sri Wijaya Recodemus, mengatakan, paradigma pariwisata di Indonesia mengalami perubahan pascapandemi Covid-19. Wisata bukan lagi bersifat massal atau mass tourism, tetapi lebih pada costumize tourism atau wisata yang lebih personal.
“Jika dulu mementingkan quantity (kuantitas kunjungan), sekarang lebih mengutamakan quality (kualitas kunjungan) yang mana ini menjadi keuntungan bagi kita untuk mendorong destinasi desa wisata. Maka dari itu kita perlu mewujudkan destinasi yang berkelanjutan,” ujar Wisnu.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pihaknya menggelar acara itu untuk mendorong peningkatan kualitas destinasi desa wisata agar memiliki nilai ketertarikan, daya saing, dan berkelanjutan serta sebagai upaya meningkatkan lama tanggal wisatawan, sekaligus menguatkan tata kelola desa wisata.
Dalam acara yang dihadiri oleh puluhan pelaku sektor pariwisata itu, Wisnu berpesan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendorong peningkatan kualitas destinasi desa wisata pasca pandemi, selain potensi desa adalah Sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability).
Lalu yang tak kalah penting adalah meningkatkan kualitas keramahtamahan dan pelayanan, kesiapan mitigasi bencana, serta menyiapkan tata kelola sampah yang baik.
“Jadi, bagaimana cara wisatawan yang datang tak hanya berkunjung, namun bisa mendapatkan wawasan, pengalaman, dan pengetahuan menarik saat berkunjung, sehingga setelah mereka pulang akan bercerita dan mengajak orang lain untuk berkunjung ke desa wisata tersebut. Mereka singgah dan membeli produk hasil desa itu,” katanya.
“Disinilah pentingnya penerapan Sapta Pesona, yaitu aman, tertib, bersih, aejuk, indah, ramah, dan kenangan,” sambungnya.
Kepala Disporapar Kabupaten Sidoarjo, Joko Supriyadi, memaparkan, berdasarkan data Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Sidoarjo, terdapat 21 desa wisata di Kota Delta yang diakui dan memiliki Surat Keputusan (SK).
“Harapannya, 21 desa wisata ini digarap dengan serius. Pesannya, harus kolaboratif dan sinkron antara BUMDes, PemDes, bersama pengelola destinasi agar pengembangan desa wisata ini bisa maksimal,” terangnya. (dhani/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS