JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya siap menghadapi pemilu presiden (pilpres) dengan kemungkinan dua atau lebih pasangan calon.
“Dalam situasi ketika pemulihan ekonomi belum sepenuhnya pulih, dan ketidakpastian global, maka Indonesia memerlukan pelaksanaan pilpres yang demokratis, cepat, kredible, dan bagaimana memastikan hanya berlangsung satu putaran,” kata Hasto.
Hal itu dia sampaikan usai menjadi pembicara Diskusi Menyongsong Pemilu 2024: Kesiapan, Antisipasi dan Proyeksi yang digelar oleh Kedeputian Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Menurutnya, pandangan itu bisa terwujud apabila dilakukan langkah konsolidasi dan mendorong kerjasama parpol di depan, sehingga mengarah pada dua paslon.
Idealnya berdasarkan konteks saat ini, jelas Hasto, meski PDI Perjuangan siap bertanding dengan 2 atau 3 paslon namun sekiranya 3 paslon pada putaran kedua pasti akan terjadi deal-deal politik baru. Jadi, lanjut Hasto, kenapa tidak membangun kesepahaman di depan saja
“Ada yang berpendapat bahwa 2 pasangan akan menghindarkan diri dari politik identitas. Lho, politik Indonesia itu mencerdaskan kehidupan bangsa. Politik itu membangun peradaban. Jangan dibawa mundur. Mereka yang menggunakan politik identitas dan politik primordial, biasanya miskin kinerja, tidak punya prestasi, maka digunakanlah cara-cara yang tidak cerdas, tidak bijak, dan tidak membangun peradaban,” ujarnya.
“Kalau tentang Pilpres, mau beberapa calon, PDI Perjuangan ngalir saja, dua calon tiga calon kita siap. Hanya kan politik ini kita harus melihat konteksnya. Kita baru mengalami pandemi dampaknya sangat dasyat dalam kehidupan kita. Pemulihan ekonomi belum begitu bagus, persoalan geopolitik perang Rusia-Ukraina, dan ketegangan yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan kemudian kemarin krisis di Taiwan, kemudian persoalan di Timur Tengah harus menjadi perhatian kita,” jelas Hasto.
Dia mengajak untuk meningkatkan demokrasi politik demi membangun peradaban. Bahwa politik itu mencerdaskan kehidupan bangsa bukan menurunkan kualitas kecerdasan rakyat Indonesia dengan berbagai isu-isu.
“Pemilu itu adalah alat dan mekanisme regenerasi kepemimpinan atas dasar kedaulatan rakyat. Pemilu bukan ajang memecah belah. Kualitas pemilu juga ditentukan oleh hasil, termasuk hasil dari kualitas pemimpin yang lahir melalui pemilu. Semakin pemilu diwarnai oleh narasi yang jauh dari keadaban publik, semakin buruk kualitas pemilu,” sebutnya.
Dalam kesempatan itu, Hasto pun mewacanakan perlunya menata sistem politik Indonesia. “Yang pertama kita harus mempunyai MPR yang ke depan memiliki kewenangan menetapkan haluan negara. Abad ke-7 saja kita punya perspektif membangun Candi Borobudur 100 tahun, sekarang 77 tahun merdeka kita tidak punya perencanaan jangka panjang,” ucap Hasto.
“Kedua, kita tata sistem pemilu kita, sistem pemilu harus proposional tertutup. Kita sudah cukup lama percobaan demokrasi, lalu parlemen threshold ditingkatkan sehingga sistem presidensial mutipartainya sederhana yang milih rakyat bukan kekuatan otoriter kita tingkatkan 5 persen atau 7 persen sehingga hanya sedikit partai politik yang ada di parlemen oleh keputusan rakyat bukan pemerintahan yang otoriter,” usul Hasto. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS