JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Komarudin Watubun menegaskan, terpidana tetap tidak boleh mencalonkan diri dalam pemilu kepala daerah. Dasarnya, UU No 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Pada pasal 7 ayat (2) huruf g UU tersebut menyatakan, bahwa berapapun hukuman yang dijatuhkan, maka terpidana tidak boleh maju sebagai calon kepala daerah.
“Aturan UU itu yang menjadi dasar dari sikap Fraksi PDI Perjuangan, bahwa terpidana tidak bisa maju dalam pilkada,” kata Komarudin Watubun, Sabtu (10/9/2016).
Komisi II DPR bersama KPU dan Bawaslu sebelumnya telah sepakat membahas Peraturan KPU (PKPU) nomor 5 tentang Pencalonan Kepala Daerah, perubahan terhadap PKPU No 9/2016.
Menurut dia, pembahasan PKPU ini menjadi relatif berat terkait ketentuan apakah terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan boleh mendaftar sebagai calon kepala daerah atau tidak.
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan ini mengatakan, pembahasan sebenarnya sudah selesai. Namun hanya karena kepentingan kelompok tertentu, maka aturan yang sudah ideal diotak-atik.
“Jangan karena punya agenda tersembunyi, aturan dirombak sedemikian rupa. Menguras energi dan melukai hati nurani rakyat,” ujarnya.
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP itu menilai bahwa KPU memang tidak bisa sendiri dalam menentukan peraturan yang terkait dengan pelaksanaan UU No.10 Tahun 2016.
Hal itu menurut dia, karena sudah menjadi amanah UU, KPU dalam menetapkan peraturan KPU harus melakukan rapat dengar pendapat dengan komisi II dan bersifat mengikat.
“Jika deadlock, musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka terpaksa kita lakukan voting terbuka agar rakyat republik ini tahu siapa yang membela narapidana untuk menjadi pemimpin,” tandasnya.
Senada, anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan pun mengungkapkan kekecewaannya. “Pembahasan Peraturan KPU bukan untuk menyelesaikan isu-isu strategis, tapi memaksakan kepentingan,” kata Arteria Dahlan.
Saat rapat, sebut Arteria, juga dihadirkan ahli yang dia ragukan keahlian dan kesahihan keterangannya, tanpa persetujuan seluruh anggota dalam rapat internal komisi. Dia merasa ahli yang dihadirkan itu hanya ingin memberi legitimasi agar terpidana percobaan bisa mencalonkan diri dalam Pilkada.
“Kenapa ngotot memasukkan seorang terpidana, walaupun terpidana percobaan sekalipun untuk dapat dicalonkan? Padahal kami dan beberapa fraksi lain, KPU, Bawaslu tegas menolak,” ungkap dia.
Menurutnya, rapat hingga pukul 04.30 WIB itu hanya membahas satu ayat soal terpidana percobaan, padahal masih banyak isu lain yang harus dibahas. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS