Kamis
17 April 2025 | 4 : 22

Siasat Sehat Minyak Goreng

Fathor-Rahman

Gaduh minyak goreng memang mulai reda. Kelangkaan tak lagi terdengar. Namun harga di pasaran tidak lagi normal, dalam artian kembali ke harga sebelum gaduh. Harganya naik seratus persen dibanding waktu normal tahun lalu.

Bisakah harga surut ke sebelum gaduh atau harus menerima harga “new normal”? Pertanyaan yang tak mudah mendapat jawaban. Cengkraman pasar minyak goreng di tangan swasta sedemikian kuat. Diakui atau tidak, pemerintah terlihat kelimpungan melawan gejolak harga.

Pemerintah yang direpresentasikan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sampai harus minta maaf. Sebuah sikap yang layak diapresiasi. Masyarakat tentu melihat bagaimana terjadinya bongkar pasang kebijakan dalam waktu singkat melawan permainan harga.

Pemerintah tampak hati-hati menyikapi keadaan. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang sebelumnya berjanji merilis nama-nama “mafia” penyebab gaduh minyak goreng tak kunjung dilakukan. Alasannya sangat mungkin berkaitan dengan gejolak pasar.

Masyarakat boleh kecewa pada pemerintah dalam konteks itu. Tapi mengabaikan sepenuhnya upaya pemerintah sikap kurang fair. Kita lihat subsidi dan penentuan harga eceren tertinggi justru menuai perlawanan sengit macetnya alur distribusi. Harga semakin sulit dikontrol. Bahkan memicu penimbun barang di mana-mana.

Pengusaha tak bisa disikapi dengan cara-cara lama. Dominasi pasar minyak goreng dikuasai swasta sedemikian kuat. Minyak goreng bukan beras atau pupuk. Posisi pemerintah tidak cukup kuat. Khusus kelapa sawit, pemerintah hanya menguasai pangsa pasar 4 persen. Sehingga terkait minyak goreng pemerintah tak bisa sendiri.

Di Indonesia ada 74 perusahaan minyak goreng. Hanya 30 yang nampak besar. Dari jumlah itu, ada 5 perusahaan sangat kuat mengusai hulu hingga hilir. Dari 5 itu statusnya swasta. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru belakangan membuat kemasan khusus pasar tradisional, tepatnya saat gaduh minyak goreng meledak.

Bahkan dari 5 pengusaha minyak goreng terkuat memiliki lebih dari satu brand yang mengusai pasar. Masyarakat mengenal ragam merk minyak goreng kemasan sederhana di pasar-pasar tradisional. Tapi produsennya bisa dibilang itu-itu saja. Itu bukti kuatnya cengkraman swasta di komoditi minyak goreng.

Kebijakan domestic market obligation dikeluarkan juga tak efektif. Gagal menekan kebuntuan distribusi dan menekan harga. Terakhir pemerintah akan menerapkan biaya pajak ekspor tinggi untuk kelapa sawit. Kebijakan yang juga cukup berisiko terhadap petani sawit. Tinggal pemerintah bagaimana menyiapkan langkah mitigasinya?

Keadaan tidak bisa disulap sekedip mata. Pasar minyak goreng terlanjur dikuasai swasta sedemikian kuat. Kalau pemerintah ngotot memaksakan patok harga, sementara BUMN hanya memegang sebagian kecil, risiko kelangkaan sulit diurai. Buktinya, kelangkaan teratasi setelah patok harga eceran tertinggi dicabut. Tapi harga tetap mahal.

Bau main pengusaha kentara di balik kelangkaan dan kenaikan harga. Kalau narasi pengusaha minyak goreng dikulik ulang sejak awal gaduh, alasannya dipengaruhi naiknya crude palm oil global. Narasi yang mengernyitkan dahi. Mengingat sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi langsung dengan produsen crude palm oil global.

Benar kusut gaduh minyak goreng memperlihatkan, kerentanan pasar terjadi karena tidak terbentuk keseimbangan antara penguasaan negara dan swasta. Pemerintah hanya menguasai sebagian kecil supply pasar. Tapi kalau negara terlalu kuat mengusai bisnis minyak goreng juga berbahaya.

Siasat sehat mengatasi kerentanan pasar minyak goreng, butuh keseimbangan antara peran pemerintah dan swasta. Kita negara penghasil sawit besar di dunia. Mengapa harga minyak goreng kita harus tunduk pada harga crude palm oil dunia? Kita juga memiliki ragam kekayaan bahan minyak goreng selain sawit.

Kehilangan Alternatif

Secara tradisional kita punya warisan minyak goreng berbahan nyiur atau minyak klentik. Waktu membuktikan sebuah kekalahan, minyak goreng klentik yang diolah secara tradisional tersubordinasi. Kampanye sehat minyak goreng sawit pabrikan menuai kemenangan. Masyarakat tumbuh tanpa alternatif.

Minyak goreng klentik memang tidak punya masa simpan lama. Tetapi di tengah melambungnya harga minyak goreng pabrikan bisa jadi alternatif. Hanya persoalannya tidak sesederhana itu. Tiap rumah tangga tidak lagi tahu bagaimana cara membuat minyak klentik. Diakui atau tidak, kita telah tumbuh menjadi masyarakat instan.

Jadi, tidak heran ketika Megawati pun turut kecipratan panas gaduh minyak goreng karena mempertanyakan, apakah ibu-ibu menggoreng tiap hari sampai begitu rebutannya? Megawati dituding tak punya empati.

Gorengan komentar Megawati tumpah di medsos dan media massa. Sampai Megawati harus memperjelas maksud komentarnya. Apakah masyarakat tidak punya alternatif memasak selain menggoreng?

Menurut dr. Tan Shot Yen (2022) sebenarnya menggoreng bukan cara masak asli Indonesia. Masakan Indonesia punya kearifan penggunaan minyak yang proporsional. Minyak hanya dibutuhkan sedikit karena tinggi kalori. Namun perkembangan teknologi rafinasi menjadikan minyak tidak lagi pelengkap atau penyedap.

Kita memiliki kekayaan cara memasak seperti dikukus, dipanggang, dan ditumis. Menurut dr. Tan Shot Yen itu cara masak yang lebih sehat. Tapi dalam waktu seratus tahun terakhir cara memasak dengan menggoreng mendominasi dapur-dapur kita. Sensasi kriuk menjadi sulit dihindari.

Gaduh minyak goreng adalah persoalan yang terbentuk oleh waktu. Dari pemerintahan ke pemerintahan. Pengusaha minyak goreng dibiarkan terlalu kuat mencengkram pasar. Menghadapi situasi kebuntuan harga dan ancaman risiko kelangkaan, pemerintah memang perlu terus memperkuat posisinya. Menciptakan kesimbangan pasar. Sementara di level keluarga perlu adanya alternatif. Mulai dari ubah kebiasaan memasak tanpa digoreng, gunakan minyak secara proporsional, hingga cara mandiri membuat minyak goreng klentik. Harapan ideal itu memang tampak utopis. Tapi bagaimana mungkin terjadi tanpa dimulai.

BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

LEGISLATIF

Komisi A DPRD Magetan Sidak 3 Sekolah Rusak, Suyono Wiling Menilai Dinas Dikpora Tidak Cermat Lakukan Pemetaan

MAGETAN – Komisi A DPRD Magetan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah sekolah yang mengalami kerusakan. ...
LEGISLATIF

Ketua DPRD Ngawi Tinjau Pelayanan Puskesmas, Tekankan Perbaikan Komunikasi BPJS dan Akuntabilitas BLUD

NGAWI – Ketua DPRD Kabupaten Ngawi, Yuwono Kartiko (King), melakukan kunjungan mendadak ke sejumlah pusat layanan ...
LEGISLATIF

DPRD Bangkalan Soroti Beban Belanja Pegawai dan Ketidaksinkronan Data ASN

BANGKALAN – Komisi I DPRD Bangkalan memberikan beberapa catatan penting terkait Laporan Keterangan ...
LEGISLATIF

Hearing Klarifikasi Soal Jaspel RSUD RA Basoeni, DPRD Kabupaten Mojokerto Rekomendasikan Ini

MOJOKERTO – Komisi II DPRD Kabupaten Mojokerto menggelar rapat dengar pendapat (hearing) dengan manajemen RSUD RA ...
EKSEKUTIF

Agar Birokrasi Lebih Berpihak kepada Rakyat, Eri Cahyadi Siap Susun “Kabinet Surabaya Berkah”

SURABAYA – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan bahwa pihaknya tengah bersiap menyusun “Kabinet Surabaya ...
EKSEKUTIF

Bupati Lukman Tinjau Normalisasi DAS Tanjung, Pastikan Aliran Sungai Lancar untuk Irigasi

BANGKALAN – Bupati Bangkalan, Lukman Hakim, didampingi Wakil Bupati Bangkalan, Moh. Fauzan Ja’far, meninjau ...