JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan, kegagalan koalisi yang dibangun Partai Demokrat dengan Presiden Joko Widodo lantaran sang Ketua Umumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selalu melibatkan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Gagal tidaknya koalisi Pak SBY dan Partai Demokrat lebih karena kalkulasi yang rumit yang dilakukan Pak SBY, yang hanya fokus dengan masa depan Mas AHY. Jadi sebaiknya pemimpin itu bijak,” kata Hasto, dalam keterangan tertulis kepada media, Kamis (26/7/2018).
“Kalau tidak bisa berkoalisi dengan Pak Jokowi karena sikapnya yang selalu ragu, ya sebaiknya introspeksi dan jangan bawa nama Ibu Megawati (Soekarnoputri) yang seolah sebagai penghalang koalisi,” tambah Hasto.
Dia mengatakan, sekiranya SBY mendorong kepemimpinan AHY secara alamiah terlebih dahulu, mungkin hasilnya lain.
SBY, sebut Hasto, kerap mengeluhkan hubungannya yang tak harmonis dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri setiap menjelang pemilu. Hal itu terjadi karena SBY mengharapkan yang terbaik bagi AHY untuk tampil di kancah politik nasional.
“Seluruh pergerakan politik Pak SBY adalah untuk anaknya, sementara Ibu Megawati jauh lebih luas dari itu. Ibu Mega selalu bicara untuk PDI Perjuangan, untuk Pak Jokowi, untuk rakyat, bangsa dan negara. Sementara Pak SBY selalu saja mengeluhkan hubungan itu,” lanjut dia.
SBY sebelumnya mengaku komunikasi dirinya dengan Jokowi sudah terjadi sejak 2014. Komunikasi itu semakin intensif dalam setahun terakhir.
Namun, dua-tiga pekan terakhir, SBY merasa ada hambatan bagi Demokrat untuk merealisasikan dukungan untuk Jokowi dalam Pilpres 2019. SBY menyinggung faktor hubungan antara dirinya dengan Megawati yang masih berjarak.
Lantaran hasil Rakernas Demokrat di Lombok, Mei 2018, memutuskan Demokrat mengusung capres-cawapres dalam Pilpres 2019, maka SBY perlu menjajaki peluang baru dalam koalisi.
SBY kemudian berkomunikasi dengan Ketua Umum Gerindra yang juga kandidat calon presiden, Prabowo Subianto. Ia juga bertemu Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung membenarkan adanya komunikasi panjang antara Presiden Jokowi dengan SBY terkait Pilpres 2019. Namun, ia membantah ada hambatan di dalam komunikasi tersebut.
“Enggak ada (hambatan). Komunikasi antara Pak Jokowi dan Pak SBY sebenarnya sudah berlangsung beberapa kali secara tertutup, bahkan Mas AHY kan juga sudah bertemu juga dengan Pak Jokowi,” ujar Pramono di kantornya, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, kemarin.
Dalam beberapa kesempatan, lanjut Pramono, Presiden Jokowi sering menyampaikan bahwa komunikasi antara dirinya dengan SBY berjalan sangat baik. Presiden Jokowi juga berharap bahwa komunikasi politik yang baik itu berujung pada sebuah kesepakatan politik juga.
Meski demikian, sampai pada pertemuan antara Presiden Jokowi dengan enam ketua umum partai politik pendukungnya pada pemilihan presiden 2019, Senin (23/7/2018) lalu, ternyata komunikasi dengan SBY itu tidak berujung pada kesepakatan politik.
Pramono menduga, hambatan komunikasi tersebut bukan berada pada Jokowi, tapi justru pada SBY sendiri. “Artinya, mungkin rintangannya ada di dalam Pak SBY sendiri. Saya enggak tahu apa yang terjadi dengan beliau, tapi mungkin barriernya ada di beliau,” ujarnya.
Dia sekaligus membantah partai politik tempat dia bernaung selama ini menjadi penghambat terwujudnya komunikasi politik antara Presiden Jokowi dengan SBY.
Ia menegaskan, PDI Perjuangan sudah menyerahkan keputusan kepada Presiden Jokowi sendiri. “Karena PDI-P sudah menyerahkan kepada Pak Jokowi. Nantinya apakah Pak Jokowi akan bergabung atau berkoalisi ataupun diusung oleh partai siapapun, ya itu Pak Jokowi. Jadi menurut saya, saya enggak tahu rintangan apa (yang dimaksud SBY), mungkin Pak SBY yang tahu,” jelasnya. (goek)