SURABAYA – Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), khususnya bidang kesehatan, masih banyak dikeluhkan warga Surabaya. Keluhan tersebut diterima anggota DPRD Surabaya, saat bertemu langsung dengan masyarakat selama masa reses yang berlangsung pekan ini.
Seperti diungkapkan Baktiono, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Surabaya, hampir di setiap bertemu warga di daerah pemilihan (dapil)-nya, masalah pelayanan BPJS selalu dia terima. Keluhan warga itu, berkaitan dengan pelayanan rumah sakit, utamanya rumah sakit milik pemerintah daerah yang dianggap belum maksimal.
“Seperti saat saya reses di Tambaksegaran, warga mempersoalkan BPJS berkaitan dengan pelayanan di rumah sakit, puskesmas,” kata Baktiono, kemarin.
Pun soal pendidikan, lanjut wakil rakyat yang duduk di Komisi B ini, banyak warga yang khawatir putra-putrinya yang sekarang duduk di bangku SMA/SMK, tidak lagi mendapat fasilitas sekolah gratis seperti yang mereka terima selama ini.
Hal ini terkait rencana peralihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari Pemerintah Kota Surabaya, ke Pemerintah Provinsi Jatim. Menurut Baktiono, warga cemas dengan adanya perubahan pengelolaan tersebut. “Warga memang galau dengan peralihan pengelolaan itu,” jelasnya.
Dalam menjawab pertanyaan soal pendidikan menengah, dia menyampaikan bahwa Pemkot Surabaya masih berupaya keras mempertahankan pendidikan SMA/SMK tetap gratis dengan melakukan konsultasi ke pemerintah pusat untuk mencari celah hukumnya.
Selain itu, kata Baktiono, ada perwakilan warga yang tetap menghendaki pendidikan gratis, telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), agar undang-undang yang mengatur peralihan itu bisa ditinjau kembali.
Anggota dewan yang menjabat selama empat periode ini mengakui, saat reses dirinya menerima berbagai problem yang dihadapi masyarakat. Selain masalah kesehatan dan pendidikan, juga persoalan menyangkut banjir, PJU dan lainnya.
Sementara itu, terkait BPJS, sebelumnya Ketua DPRD Surabaya Armuji menyatakan ketidaksetujuannya atas rencana kenaikan iuran BPJS. Sesuai Perpres nomor 19 Tahun 2016, kenaikan iuran BPJS itu akan berlaku mulai 1 April depan.
Dia berpendapat, layanan kesehatan bagi warga seperti sebelumnya, yakni Jamkesmas, lebih baik ketimbang BPJS. “Sudah enak-enak ada Jamkesmas kok ganti BPJS. Apalagi ini mau ada kenaikan iuran, jelas akan mempersulit rakyat khususnya rakyat kecil,” kata Armuji.
Terkait rencana kenaikan iuran BPJS, tambah dia, BPJS seharusnya lebih dulu memperbaiki pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Juga soal kenapa banyak peserta BPJS tidak membayar iuran, sehingga BPJS mengaku merugi.
“Harusnya dilihat dulu yang lalu-lalu, banyak masyarakat yang tidak mau bayar karena tidak mampu. Apalagi ini kalau dinaikkan. Beban rakyat otomatis bertambah besar,” ujar legislator yang juga Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur itu.
Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perpres 19 tahun 2016 yang akan mulai diberlakuan pada 1 April 2016. Isi aturan itu antara lain menaikkan iuran peserta BPJS mandiri, kelas 3 yang awalnya Rp 25.500 menjadi Rp 30.000, kelas 2 dari Rp 42.500 menjadi Rp 51.000, dan kelas 1 Rp 59.500 menjadi Rp 80.000. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS