SURABAYA – Tiga Pilar Kota Pahlawan, yakni Pemkot Surabaya, TNI, dan polisi sepakat meningkatkan keamanan sejak skala masyarakat terkecil, yakni di RT dan RW.
Langkahnya, dengan gerakan revitalisasi keamanan, ketertiban masyarakat dengan wajib lapor tamu 1×24 jam.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan revitalisasi wajib lapor ini merupakan inisiasi dari kepolisian. Gerakan ini dinilai sangat ampuh dalam mendeteksi adanya potensi kejahatan yang mengancam keamanan di masyarakat.
Menurut Risma, warga di masyarakat yang paling tahu dengan lingkungannya. Jika ada tamu asing, pendatang yang mencurigakan tentu mereka yang seharusnya pertama kali sadar.
“Makanya gerakan ini akan mampu mendeteksi kriminalitas dan terorisme sejak dini,” kata Risma, di sela koordinasi tiga pilar di Gedung Graha Sawunggaling, Selasa (5/9/2017).
Koordinasi tersebut dihadiri forum pimpinan daerah. Seperti Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol M Iqbal, dari Polda Jawa Timur, Korem, Imigrasi Kelas I, Camat, Lurah dan Ketua RT dan RW se-Surabaya.
Risma menyebutkan, Ketua RT dan RW harus selalu inisatif mendata warga di kampungnya. Bahkan menurutnya RT dan RW harus tegas tapi bukan mempersulit.
“Jadi jangan mudah memberikan surat izin tinggal sementara di kampung bagi orang yang asing. Supaya bisa lebih bisa mendeteksi kalau ada yang mencurigakan,” ujarnya.
Menurutnya sebagai kota metropolitan Surabaya memang banyak didatangi urban pendatang.
Namun bukan berarti tidak bisa membatasi pendatang yang mau masuk ke Surabaya. Agar bisa membuat Surabaya selalu nyaman bagi warganya.
Dalam kesempatan itu Kabag Ops Polrestabes Surabaya AKBP Bambang Sukmo Wibowo revitalisasi wajib lapor kembali digencarkan karena seiring perkembangan zaman, budaya wajib lapor perlahan-lahan tidak diterapkan sebagaimana mestinya oleh sebagian besar masyarakat kepada RT/RW.
Akibatnya, tingkat kejahatan meningkat dan sulit untuk dideteksi sejak dini. “Saat ini tingkat kepeduliaan masyarakat untuk melaporkan atau individualisme sangat memprihatinkan. Kesenjangan sosial yang menyebabkan rentang jarak interaksi antarwarga, menurunnya rasa toleransi,” kata Bambang. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS