Selasa
26 November 2024 | 3 : 30

Rekam Jejak Welas Asih Risma

Eri Irawan

Oleh Eri Irawan*

TRI RISMAHARINI memiliki rekam jejak panjang yang diperlukan seorang calon pemimpin Jawa Timur, sebuah provinsi yang dihuni lebih dari 41 juta jiwa yang tersebar di 38 kabupaten/kota. Rekam jejak yang dibentuk pengalamannya sebagai birokrat, wali kota Surabaya dua periode, serta menteri sosial.

Risma selalu dikenang dengan ketegasannya dalam bertindak – terutama dalam menjalankan pemerintahan yang bersih – dan keuletannya dalam menjalankan kebijakan. Maka di sejumlah laman media sosial, beberapa video pendek berisi adegan kemarahannya terhadap hal-hal yang tak sepatutnya berseliweran. Sebagian dijadikan meme bercandaan, bukti ketegasan dan keuletannya relevan dengan psikologi publik.

Namun sebuah puisi yang dibacakannya untuk para pelajar dalam program “Rosi” di Kompas TV empat tahun silam mengingatkan kita, bahwa rekam jejak terkuat Risma adalah compassion, rasa welas asih.

“Anak-anakku, suaraku keras memarahimu, sekeras cintaku kepadamu,” kata Risma dalam video yang kembali viral di grup-grup percakapan; sebuah puisi yang seolah hendak menjelaskan rangkaian kebijakan dan ketegasan Risma yang dilandasi kasih sayang ke anak-anak Surabaya.

Rekam jejak rasa kasih sayang ini tercetak dalam kebijakan-kebijakannya selama menjadi Wali Kota Surabaya pada 2010-2020. “Compassion is the basis of morality,” kata filsuf Arthur Schopenhauer.

Dan sejarah mencatat, Risma memberlakukan pendidikan gratis itu dimulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Surabaya. Setelah itu, regulasi membuat pengelolaan SMA/SMK ditarik ke level provinsi.

Pendidikan gratis ini meringankan beban para orangtua, terutama kelas pekerja, yang berpenghasilan sesuai upah minimum atau bahkan di bawah itu. Risma memastikan, dengan pendidikan gratis, tidak ada lagi anak-anak yang tidak bisa bersekolah karena alasan biaya.

Mendukung semua program pendidikan, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya pun mengalokasikan anggaran di atas 20 persen. Termasuk untuk memberikan beasiswa bagi belasan ribu anak dari keluarga kelas ekonomi bawah agar bisa kuliah di perguruan tinggi maupun pelatihan khusus pada rentang kepemimpinan Risma.

Risma pun menggelontorkan beasiswa bagi para penghafal kitab suci. Penghargaan terhadap para perawat kitab suci ini melanjutkan tradisi Surabaya sebagai kota dunia yang tak lepas dari nilai-nilai religiusitas. Tradisi kota tempat lahirnya gerakan kebangkitan para ulama, Nahdlatul Ulama, yang menebarkan ajaran Islam yang welas asih dan lembut.

Rasa welas asih ini juga menjadi pembeda Risma dengan para pemimpin lainnya dalam mengidentifikasi persoalan anak jalanan. Risma tidak menganggap anak jalanan sebagai bagian dari persoalan, melainkan sebagai potensi besar pada masa mendatang. Saat bertemu Bledhek, seorang anak jalanan yang menjadi binaan Dinas Sosial Kota Surabaya, dia tidak menghardik. Risma tidak memaki atau berkhotbah.

Risma mengulurkan tangan dan memberikan opsi dan peluang. Dan Bledhek (yang berarti kilat dalam bahasa Jawa) menyambar tawaran itu. Dia hapus semua tato di sekujur tubuhnya dan kemudian menjalani kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Dia membuat Risma tersenyum dengan langkah kaki yang berderap saat menjadi bagian dari pasukan pengibar bendera pada perayaan HUT Kemerdekaan RI.

Dalam sebuah video yang beredar di grup-grup WhatsApp, Risma hadir bareng ibu-ibu di Surabaya yang akan senam bersama, 8 September 2024. Ada Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, dan Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya, Adi Sutarwijono. Tiba-tiba dia melihat anak muda yang akan tampil menghibur dengan musik. Ternyata itu anak yang pernah dibina Risma, dari sebelumnya mengamen di kawasan Joyoboyo hingga Kebun Binatang, kemudian menjadi seniman musik yang tampil menghibur di berbagai event.

Risma menyapa anak itu, berbincang, menggodanya, karena “Sekarang sudah bisa pegang gitar bagus”.

Risma lalu memotivasi semua yang hadir. Keberhasilan anak binaannya itu menunjukkan bahwa, kata Risma, “Tak ada yang tak mungkin bagi Tuhan. Bagi Tuhan semua mungkin. Mari wujudkan mimpi anak-anak kita.”

Risma menyebut peran Tuhan, bukan dirinya sendiri, yang mendorong sang “pengamen jalanan” untuk “naik kelas”; sebuah sikap yang menunjukkan rendah hati dan pengakuan kebesaran Yang Maha Kuasa.

“Suaraku menghentak kuat
Sekuat tenagaku untuk menjagamu
Anakku, tak kubiarkan kerikil kecil mengganjalmu
Atau batu karang menghalangimu.”

Tak terasa puisi itu berusia empat tahun sudah. Hidup terus berjalan. Namun kita tahu, kebajikan dalam kebijakan-kebijakan Risma tak akan pernah dilupakan. Kini, rakyat Jawa Timur mendamba kebajikan-kebajikan itu.

*Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Surabaya

BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

KRONIK

Hari Guru Nasional, Bupati Fauzi Apresiasi Dua Pendidik Raih Prestasi Tingkat Nasional

SUMENEP – Pada peringatan Hari Guru Nasional 2024, Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo memberi apresoasi atas ...
KABAR CABANG

Untuk Risma-Gus Hans dan Eri-Armuji, PDIP Surabaya Gelar Doa Bersama dan Santuni Anak Yatim Piatu

SURABAYA – Memasuki hari kedua masa tenang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) ...
LEGISLATIF

DPRD Surabaya Bentuk Pansus Raperda Pengembangan Ekraf

SURABAYA – Sidang paripurna ketiga DPRD Surabaya pada Senin (25/11/2024) memutuskan pembentukan panitia khusus ...
EKSEKUTIF

Usai Cuti Kampanye, Eri Pastikan Pengerjaan Proyek Strategis di Kota Surabaya

SURABAYA – Setelah dua bulan cuti kampanye Pilkada 2024, Eri Cahyadi kembali ke Balai Kota Surabaya melanjutkan ...
LEGISLATIF

Jaga Kepercayaan Rakyat dan Pastikan Pilkada Berlangsung Demokratis, Pulung Harap APH Netral

SURABAYA – Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Pulung Agustanto menyoroti pentingnya netralitas ...
KABAR CABANG

Menangkan Pilgub Jatim, DPC Kota Probolinggo Perkuat Saksi

PROBOLINGGO – Memenangkan Risma-Gus Hans di Pilkada Jawa Timur menjadi sebuah harga mati bagi kader PDI Perjuangan ...