TRENGGALEK – Puluhan kepala keluarga (KK) di Dusun Krajan, Desa Prambon, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek, kesulitan mendapatkan akses air bersih. Sumur warga sejak puluhan tahun berwarna kuning keruh, mengeluarkan bau logam, dan bahkan tampak kilauan minyak di permukaannya.
Kondisi itu membuat warga terpaksa mengendapkan air selama 1–3 hari sebelum digunakan. Bahkan pada kemarau, seluruh sumur mengering sehingga warga tetap memanfaatkan air tercemar tersebut untuk mandi dan mencuci.
Ketua DPRD Trenggalek, Doding Rahmadi, meninjau langsung lokasi krisis air bersih di RT 16 dan RT 17 setelah menerima laporan warga.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Trenggalek tersebut memastikan persoalan ini segera dibahas bersama Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, yang juga menjabat sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan Trenggalek.
“Kita langsung terjun ke masyarakat di Desa Prambon RT 16–17 yang air sumurnya keruh, padahal bukan bekas perusahaan dan lain sebagainya,” kata Doding, Kamis (30/10/2025).
Selama ini, warga hanya bisa menyiasati kondisi dengan mengendapkan air dua sampai tiga hari. Untuk air konsumsi, mereka harus merebus ulang agar lebih aman.
Salah satu warga setempat, Amin, mengatakan bahwa kondisi itu sudah dialaminya sejak kecil. “Kalau musim kemarau, semua sumur kering. Jadi mau tidak mau kami tetap pakai air ini untuk mandi dan mencuci,” ujarnya.
Dia menduga pencemaran berasal dari aliran sungai yang mengaliri area persawahan di sekitar permukiman. Endapan lumpur serta kandungan logam diduga meresap ke tanah dan mencemari sumber air bawah tanah.
Amin berharap pemerintah segera melakukan intervensi agar masyarakat setempat dapat merasakan air layak konsumsi. “Seumur hidup saya, ya begini. Sudah 60 tahun,” keluhnya.
Kepala Dusun Krajan, Supriyanto, menjelaskan kondisi tersebut terjadi pada empat RT, yakni RT 16, 17, 18, dan 19, dengan total lebih dari 60 KK terdampak. Paling parah berada di RT 16 dengan lebih dari 30 KK.
Pemerintah desa telah minta bantuan pasokan air bersih secara berkala kepada BPBD Trenggalek sebagai langkah darurat. Selain itu, opsi sumur dalam menjadi satu-satunya solusi jangka panjang yang diusulkan ke pemerintah kabupaten.
“Kami sudah diusulkan mendapatkan bantuan pembuatan sumur dalam agar warga bisa memperoleh sumber air yang lebih layak,” jelas Supriyanto.
Doding menegaskan pihaknya siap mendorong realisasi pembangunan sumur dalam. Menurutnya, sebagian warga bahkan bersedia menanggung biaya listrik pompa jika sarana tersebut terbangun.
“Permintaan masyarakat adalah pembuatan sumur dalam, nanti disedot lalu di sana saat ini sudah ada penampungan dari Baznas dan BPBD,” terangnya.
Dia menyebut pipanisasi dan sambungan PDAM dinilai terlalu jauh sehingga tidak ekonomis untuk saat ini. “Kalau pipanisasi dan PDAM belum ada sambungannya terlalu jauh, jadi solusinya bikin sumur (dalam),” ujar Doding.
Warga berharap solusi tersebut segera terealisasi sebelum memasuki puncak musim kemarau berikutnya. (aris/pr)
 
                         
         
         
         
             
             
             
             
                     
                     
                    