KEDIRI – Legislator Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur Wara Sundari Renny Pramana prihatin atas terjadinya peristiwa kekerasan fisik yang dialami pelajar kelas 7 di salah satu SMP negeri di Kabupaten Blitar.
Yang bikin miris, kasus perundungan itu justru terjadi di lingkungan sekolah saat berlangsung masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) bagi siswa baru dan banyak melibatkan belasan pelajar. Kejadian ini kemudian mencuat viral di media sosial setelah video rekamannya beredar.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim tersebut menyerukan agar seluruh satuan pendidikan di provinsi ini berkomitmen menuju “zero bullying” sebagai syarat mutlak terciptanya sekolah ramah dan nyaman bagi anak.
“Sekolah seharusnya menjadi tempat paling aman dan menyenangkan bagi anak-anak. Kita tidak boleh membiarkan ada satu pun kasus bullying terjadi lagi di lingkungan pendidikan kita. Peringatan Hari Anak Nasional tempo hari harusnya menjadi momentum perubahan menuju sekolah yang bebas kekerasan,” tutur Renny Pramana, di Kota Kediri, Jumat (25/7/2025).
Legislator komisi E yang membidangi pendidikan itu menyebut, kasus bullying tidak hanya menyisakan luka fisik, tapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental anak. Seperti trauma, depresi, hingga keinginan bunuh diri.
Dalam jangka panjang, tambah dia, korban perundungan berisiko mengalami penurunan prestasi akademik, rendahnya rasa percaya diri, dan sulit bersosialisasi.
Data dari berbagai studi, ungkap Renny, menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen anak usia sekolah di Indonesia pernah mengalami perundungan dalam berbagai bentuk. Baik verbal, fisik, maupun melalui media digital.

“Anak-anak adalah aset bangsa. Mereka butuh ruang aman untuk belajar, bermain, dan bertumbuh. DPRD Jatim mendukung penuh upaya menciptakan sekolah ramah anak yang bebas dari segala bentuk kekerasan,” tambah perempuan yang juga Bendahara DPD PDI Perjuangan Jatim ini.
Dia menambahkan, DPRD Jatim turut mendorong program pencegahan bullying di sekolah. Komisi E DPRD Jawa Timur, kata Renny, mendesak dinas pendidikan dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat program pencegahan bullying.
Langkah ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menekankan hak setiap anak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan.
Peringatan Hari Anak Nasional 2025, sebut Renny, sebenarnya bisa menjadi momentum bersama demi lindungi anak. Momentum tersebut harus jadi pengingat bagi semua pihak bahwa melindungi anak-anak adalah tanggung jawab kolektif.
Pemerintah, DPRD, sekolah, keluarga, dan masyarakat luas harus bergerak bersama menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif, aman, dan berdaya dukung tinggi.
“Kita harus berani berkata: Stop bullying di sekolah manapun di Jawa Timur, bahkan di Indonesia,” tutup perempuan yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Kediri tersebut.
Diketahui kasus bullying disertai kekerasan yang menimpa pelajar kelas 7 tersebut saat ini perkaranya sedang ditangani Polres Blitar. Korban yang berusia 12 tahun sempat mengalami trauma mental dan luka fisik. (putera/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS